Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara
kepulauan, 2/3 wilayahnya terdiri dari perairan, dengan perairan laut yang
cukup luas Indonesia juga di sebut sebagai negara bahari dan maritim. Sebagai
negara bahari atau negara maritim, Indonesia memiliki potensi besar dalam
mengembangakan pembangunan ekonomi melalui sektor perikanan dan kelautan, salah
satunya dengan budidaya marikultur. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk dunia
yang kian meningkat, maka keberadaan sumber daya di darat sudah semakin sulit
untuk dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Oleh karena itu, pembangunan sektor
perikanan dan kelautan harus di galakkan agar dapat membantu pemenuhan
kebutuhan penduduk, terutama dalam bidang pangan.
Salah satu cara pengembangan sektor
perikanan dan kelautan agar sumber daya alam masih tetap terjaga yaitu dengan
budidaya, salah satunya budidaya perikanan laut (marikultur). Menurut Kordi (2011), potensi produksi perikanan budidaya terbesar adalah
marikultur (47 juta ton), sementara tingkat pemanfaatannya masih yang paling
rendah (1,5%). Selain luas wilayah perairan untuk usaha marikultur sangat
besar, jenis komoditas yang dapat dikembangkan pun sangat beragam, yang terdiri
atas ikan, krustase, molusca, reptil, alga, mamalia, dan echinodermata (Holothuroidea
dan Echinoidea).
Abalone (Haliotis asinina) merupakan salah satu komoditas yang dapat
dibudidayakan pada marikultur. Abalone merupakan kelompok moluska laut atau
dikenal dengan kerang mata tujuh, dalam klasifikasi masuk kedalam kelas
gastropoda. Terdapat lebih dari 100 spesies abalone. 20 jenis diantaranya
bernilai ekonomis. Abalone merupakan komoditas yang oatut untuk dibudidayakan
karena nilai protein yang tinggi dan kandungan kolestrol yang rendah. Kandungan
nutrisi sangat yang baik untuk kesehatan membuat nilai ekonomis abalone
meningkat dan memberi pengaruh besar bagi yang mengkonsumsinya. Namun sampai
sekarang permintaan masih belum terpenuhi, hal ini dikarenakan produksi abalone
masih mengandalkan hasil tangkapan di alam yang dapat merusak keseimbangan
lingkungan hayati. Menurut Litaay et al.(2012),
salah satu langkah yang menjadi solusi bagi eksploitasi secara langsung di alam
adalah dengan melakukan budidaya. Budidaya abalone membutuhkan benih yang bagus
agar dapat menghasilkan abalone yang baik. Oleh karena itu, teknik budidaya
abalone harus segera dikembangkan dan dilaksanakan untuk mengurangi tekanan
penangkapan terhadap populasinya di alam. Dengan melalui budidaya maka
permintaan pasar akan terpenuhi tanpa melakukan kegiatan penangkapan.
Kualitas air memegang peranan
penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam
produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering diamati antara
lain suhu, kecerahan, pH, DO, CO2, alkalinitas, kesadahan, fosfat, nitrogen dan
lainnya. Pengaruh kualitas air terhadap kegiatan budidaya sangatlah penting,
sehingga pengawasan terhadap parameter kualitas air mutlak dilakukan oleh
pembudidaya. Manajemen kualitas air mempunyai peran yang
sangat penting pada keberhasilan budidaya. Air, sebagai media hidup ikan,
berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air
menentukan keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem, baik
terhadap kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun
ekosistem tambak tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat
menyebabkan kegagalan budidaya, sebaliknya kualitas air yang optimal dapat
mendukung pertumbuhan dan kelulus hidupan ikan.
Klasifikasi dan Morfologi Abalone (Haliotis asinina)
Haliotis sp. merupakan
binatang laut yang digolongkan dalam kekerangan dan termsuk dalam kelas
Gastropoda, family Haliotidae. Jenis Abalon di alam diperkirakan lebih dari 100
species, namun yang telah berhasil dibudidaya hanya beberapa species saja.
Morfologi abalone
Sumber : Unila.ac.id
Klasifikasi Haliotis asinina
menurut (Dharma, 1988 dalam Dharma, 2005), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Ordo : Prosobranchia
Familia : Haliotidae
Genus :Haliotis
Spesies : Haliotis asinina
Haliotis mempunyai kemampuan
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya oleh karenanya organisme ini
menyebarluas dengan kondisi habitat yang bervariasi. Organisme ini umumnya
menempati habitat yang keras, di daerah yang dangkal dan juga ada yang hidup di
daerah pasang surut. Selama seharian Haliotis melekat pada celah batuan sempit
atau liang yang telah dilubangi oleh Sea Urchins Echinometra mathei. Haliotis
asininna biasanya ditemukan pada bagian bawah dari batu karang pada kira - kira
kedalaman air 1 meter (Nybakken, 1992).
Abalon Haliotis memiliki ciri -
ciri morfologi pada bagian kepala Haliotis terdapat sepasang mata, sepasang
tentakel dan satu mulut. Tentakel ini ukurannya lebih besar sepertihalnya
tangkai mata pada siput darat dan tentakel diproyeksikan menepel ke otot
melewati lubang respirasi. Lubang respirasi digunakan untuk mengeluarkan produk
reproduksi dan kakinya memempel di sisi cangkang. Cangkang dari berbentuk
telinga. Apex terletak dekat ujung posterior, bentuknya kecil. Kaki pada
Haliotis bersifat sebagai kaki semu, selain untuk berjalan juga untuk menempel
pada substrat/dasar perairan. Kaki ini sebagian besar tertutup cangkang dan
terlihat jelas bila abalone dibalik. Haliotis termasuk hewan herbivora.Pada
tahap veliger tidak memerlukan makanan karena mereka dapat memanfaatkan kuning
telurnya yang ia miliki sejak awal metamorfosis. Sesudah metamorfosis mereka
dapat makan diatom bentik, alga dan detritus. Haliotis makan pada malam hari.
Haliotis yang lebih besar dari 10 mm makan alga (Fallu, 1991).
Haliotis memiliki sepasang insang
dalam sebuah rongga mantel di bawah deretan lubang pada cangkang. Lubang pada
cangkang Haliotis berfungsi sebagai jalan air. Air akan masuk melalui bukaan
cangkang anterior seterusnya melalui insang yang bekerja mengambil O2 dan
mengeluarkan CO2 Pada umumnya Haliotis bersifat dioecious dimana kelamin jantan
dan betina terpisah. Warna gonad
menunjukkan kelamin jantan atau betina. Gonad jantan berwarna cream, ivory atau
putih tulang, sedangkan betina berwarna hijau kebiruan (Sari, 2015).
Manajemen Kualitas Air
Manajemen lingkungan juga meliputi pengelolaan kualitas air. Di dalam
proses budidaya ada beberapa parameter yang harus menjadi acuan, yaitu
parameter biologi,kimia dan fisika. Kualitas perairan sangat berpengaruh pada kelulus hidupan dan pertumbuhan
abalone. Karena kualitas perairanlah yang memberikan segala aspek kehidupan
bagi biota budidaya (Atika et al., 2013).
a.
Oksigen terlarut
Oksigen terlarut (Dissolved
oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005).
b.
Karbondioksida
Karbondioksida memegang peranan sebagai unsur makanan
bagi semua tumbuhan-tumbuhan hijau yang mampu melakukan proses asimilasi. Karbondioksida merupakan gas yang di butuhkan oleh
tumbuh-tumbuhan air renik maupun tingkat
tinggi untuk melakukan fotosintesis. Sumber utama karbondioksida dari proses perombakkan
bahan-bahan organik oleh jasad-jasad renik dan proses pernapasan hewan serta
tumbuh-tumbuhan dalam air pada malam hari. Kepekatan O2
terlarut dalam air bergantung pada kepekatan CO2 yang ada (Krismono, 1992).
c.
Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk
menetralkan asam atau di kenal dengan sebutan acid-neutralizingcapacity
(ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen.
Alkalinitas menggambarkan jumlah basa (alkaline) yang terkandung dalam air yang dapat di tentukan dengan titrasi asam kuat (H2SO4
atau HCl) sampai pH tertentu. Alkalinitas juga di artikan sebagai kapasitas penyangga
(buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Alkalinitas juga dapat
disebut sebagai “Daya Menggabung Asam” yang artinya kemampuan air dalam
menyerap asam (Effendi, 2003).
d.
Derajat
keasaman (pH)
pH air biasanya di manfaatkan untuk menentukan indeks
pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang di kaji,
terutama oksida sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium
dan magnenesium pada proses pembasaan. Angka indeks yang umum di gunakan
mempunyai kisaran antara 0-14 dan merupakan angka logarimatik negatif dari
konsentrasi ion hidrogen daam air. Angka pH 7 adalah netral, sedangkan angka pH
lebih besar dari 7 menunjukkan bahwa air bersifat basa dan terjadi ketika ion-ion
karbon dominan. Sedangkan angka pH lebih kecil dari 7 menunjukkan bahwa air
tempat tersebut bersifat asam (Asdak, 2010).
e.
Suhu
Suhu air di dalam ar dapat menjadi
factor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu
di dalam air yang telah melampaui ambang batas (telalu hangat atau terlalu
dingin) bagi kehidupan flora dan fauna tersebut di atas. Jenis, jumlah dan
keberadaan flora dan fauna akuatis sering kali berubah dengan adanya perubahan
suhu air, terutama oleh adanya kenaikan suhu di dalam air (Asdak, 2010).
f.
Kecerahan
Kecerahan perairan adalah suatu
kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada
kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat
kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi
proses fotosintesa dan produksi primerdalam suatu perairan ( Sari dan Usman,
2012).
g.
Kedalaman
Kedalaman perairan memberikan
petunjuk keberadaan parameter limnologi pada suatu habitat akuatik tertentu. Fitoplankton
dalam melakukan fotosintesis membutuhkan sinar matahari, penyinaran cahaya
matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman
suatu perairan tersebut. Fitoplankton sebagai produsen primer hanya didapat pada
daerah atau kedalaman dimana sinar matahari masih dapat menembus badan
perairan. Sinar matahari yang masuk ke laut akan semakin berkurang energinya
karena diserap (absorbsi) dan disebarkan (scattering)
oleh molekul-molekul di laut (Hutabarat dan Evans ,1984).
h.
Arus
Arus laut permukaan merupakan pencerminan langsung
dari pola angin yang bertiup pada waktu itu pada suatu perairan. Jadi, arus
permukaan ini digerakkan oleh angin. Air pada lapisan bawahnya ikut terbawa.
Arus adalah gerakan dimana suatu massa air mengalir karena disebakan dengan
adanya tiupan angin atau dapat juga disebabkan karena perbedaan dalam densitas
air. Selain itu, arus juga dapat disebabkan oleh gerakan bergelombang yang
panjang. Arus laut permukaan ini digerakkan oleh angin (Romimohtarto dan Sri,
2007).
Parameter biologi
a.
Produktifitas primer
Demi mendukung
semua kegiatan budidaya, maka perairan yang dipakai sebagai air sumber dan air
pemelihara harus selalu memenuhi persyaratan baik parameter fisik, kimia dan
biologi. Salah satu indikator penentu untuk mengetahui kualitas perairan yang
memenuhi persyaratan tersebut adalah nilai produktivitas primer. Produktivitas
primer adalah laju penyimpanan energi radiasi matahari oleh organisme produsen
dalam bentuk bahan organik melalui proses fotosintesa oleh fitoplankton. Dalam
tropik level suatu perairan, fitoplankton disebut sebagai produsen utama
perairan (Erlina et.al.,2007).
Pengaruh Manajemen Kualitas Air dalam Budidaya
Abalone
kondisi air harus disesuaikan dengan kondisi
optimal bagi pertumbuhan biota yang dipelihara. Kualitas air tersebut meliputi
faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor fisika diantaranya adalah suhu, kecerahan,
dan kedalaman. Kualitas air dalam media budidaya harus dalam kondisi yang
stabil dan tidak terjadi perubahan yang mendadak. Apabila kualitas air tidak
stabil atau berubah-ubah maka akan mengakibatkan kultivan stres, sakit bahkan
mati jika tidak mampu bertoleransi terhadap perubahan lingkungan, oleh
karena itu diperlukan treatmen-treatmen khusus / rekayasa manusia agar kualitas
air tetap stabil. Faktor fisika air merupakan variabel kualitas
air yang penting karena dapat mempengaruhi variabel kualitas air yang lainnya.
Faktor fisika yang besar pengaruhnya terhadap kualitas air adalah cahaya
matahari dan suhu air. Kedua faktor ini berkaitan erat, dimana suhu air terutama
tergantung dari intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Cahaya
matahari dan suhu air merupakan faktor alam yang sampai saat belum bisa
dikendalikan. Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan
yang lain mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak
konstan. Komposisi dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui
analisis kimia air. Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar
dari batas yang telah ditentukan dapat segera dikendalikan.
Dalam budidaya abalone kualitas air sangat
dipengaruhi oleh pemilihan lokasi. Kerang abalone hidup pada daerah
karang berpasir disekitar pantai dan jarang bahkan tidak terdapat dimuara
sungai. Hal ini yang akan menjadi pertimbangan utama dalam memilih lokasi
budidaya kerang abalone. Oleh karena itu, tidak semua lokasi dapat dijadikan
sebagai tempat budidaya kerang abalone. Selain factor lokasi, faktor yang
sangat penting untuk dipertimbangkan adalah faktor keamanan. Faktor keamanan
merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan setiap kegiatan usaha yang
dilakukan. Lokasi yang sangat ideal akan tetapi jika faktor keamanan tidak
mendukung akan menimbulkan kerugian akibat dari pencurian dan hal ini akan
mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Untuk saat ini metode budidaya abalone
yang banyak dikembangkan menggunakan system penculture dan karamba jarring
apung. Kontruksi dan pemilihan lokasi kedua metode ini harus sesuai untuk
mengahsilkan kualitas perairan yang baik dan keamanan bagi kultivan sehingga
mampu mempercepat pertumbuhan abalone.
a. Metode Pen-Culture.
Persyaratan lokasi
untuk budidaya kerang abalone dengan metode pen-culture adalah sebagai berikut:
v Daerah
pantai dengan curah hujan rendah
Lokasi sebaiknya
mempunyai curah hujan rendah sepanjang tahun, hal ini untuk menghindari
fluktuasi parameter air laut terutama salinitas yang mencolok. Pada daerah
curah hujan tinggi akan berdanpak sangat buruk pada saat air surut, yaitu air
hujan akan tergenang pada lokasi pen-culture, akibatnya salinitas akan turun
secara drastis. Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan menimbulkan stress
dan membahayakan kehidupan kerang abalone dan berujung pada kematian.
v Daerah
pantai yang jauh/tidak ada muara sungai.
Hal ini bertujuan untuk
menghindari abrasi air tawar yang dapat mengakibatkan perubahan kualitas air,
terutama salinitas serta partikel dan limbah yang terbawa oleh arus sungai.
Keadaan sperti ini memberikan danpak yang buruk terhadap kehidupan kerang
abalone. Oleh karena itu, daerah ini sebaiknya tidak dijadikan lokasi buddiaya
kerang abalone.
v Keadaan
pantai yang landai/datar (tidak curam/terjal).
Kedaan pantai yang
landai/datar akan memudahkan dalam membangun konstruksi pen-culture, demikian
sebaliknya, pada daerah pantai yang terjal akan mengakibatkan sulitnya
menempatkan konstruksi/wadah budidaya.
v Dasar
pantai pasir berkarang dan terdapat alga laut yang tumbuh (ex: padang lamun)
Pemilihan lokasi yang
seperti ini untuk mendekatkan keadaan wadah budidaya dalam bentuk habitat asli
kerang abalone. Selain itu, pada daerah berpasir suspensi atau partikel lumpur
dalam badan air sangat sedikit sehingga kejernihan air tetap terjamin. Adanya
alga yang tumbuh pada daerah tersebut akan menjadi tolak ukur untuk
kesinambungan ketersediaan pakan serta kelangsungan hidup pakan yang akan
diberikan seperti Gracilaria sp. Sebaliknya, pada daerah berlumpur akan
terus terjadi kekeruhan akibat partikel tanah yang terbawa dalam badan air yang
dapat menimbulkan endapan/sedimen yang pada akhirnya membahayakan kehidupan
kerang abalone yaitu kerang abalone dapat tertimbun dalam endapan tersebut
sehingga menyulitkan untuk memperoleh oksigen yang akhirnya tingkat mortalitas
menjadi tinggi.
v Ketinggian
air saat surut terendah.
Pada saat surut
terendah, sebaiknya lokasi tetap pada daerah yang tergenang air, jika lokasi
terletak pada daerah pantai yang kering, maka bagian dalam pen-culture harus
digali dengan kedalaman minimal 10-15cm dengan tujuan untuk mempertahankan
genangan air saat surut terendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan
suhu yang sangat mencolok dan menghindari kekeringan pada kerang abalone yang
dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian.
v Mudah
dijangkau dan diawasi.
Lokasi harus mudah
dijangkau (dekat dengan tempat tinggal), bertujuan untuk memudahkan pengawasan
setiap saat, terutama kerusakan konstruksi atau hal lain yang dapat menimbulkan
kerugian dan membahayakan kehidupan kerang abalone, seperti; adanya predator.
Selain itu, dekatnya lokasi juga merupakan tindakan pengamanan yang tepat.
v Gelombang/ombak
pantai yang tidak terlalu besar
Daerah pantai yang
dijadikan lokasi harus terlindung dari hempasan ombak yang cukup besar,
bertujuan untuk menghindari kerusakan pada wadah/konstruksi pen-culture. Hal
lain, lokasi yang memiliki ombak besar maka usia ekonomis sarana akan menjadi
pendek serta akan menambah biaya dalam konstruksi yang harus dibuat kokoh serta
perbaikan, tentunya hal ini akan memperkecil margin keuntungan dan bahkan dapat
mengakibatkan kerugian.
Gambar 2. Metode penculture
Sumber : fao.org
b. Metode
KJA
Pemilihan lokasi
budidaya kerang abalone dengan metode KJA pada prinsipnya sama dengan pemilihan
lokasi menggunakan metode pencultur, namun ada beberapa syarat tambahan yang
harus diperhatikan. Adapun persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:.
v Gelombang
dan Arus
Gelombang yang besar
akan mengakibatkan goncangan rakit yang cukup kuat, hal ini akan menyebakan
rusaknya konstruksi rakit dan kesulitan dalam bekerja. Selain itu, kekuatan
arus juga sangat menentukan. Arus erat kaitannya dengan sirkulasi air dalam
wadah pemeliharaan/jaring. Arus yang kuat akan dapat mengakibatkan terlilitnya
wadah/jaring.
v Bukan
daerah up-welling
Lokasi ini terhindar
dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah
yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme
yang dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah
serta gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara
massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari.
v Bukan
daerah tercemar
Kerang abalone
merupakan hewan yang bergerak sangat lambat sehingga jika terjadi pencemaran
baik pencemaran industri, tambak maupun dari limbah masyarakat setempat akan
sulit untuk menghindar, akibatnya akan mengalami kematian secara massal.
v Kedalaman
perairan
Kedalaman perairan
sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang
dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh
gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan.
Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah
sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari dasar waring/jaring.
Gambar 3. Metode karamba jarring
apung
Sumber : fao.org
Parameter kualitas air
Kebutuhan abalone terhadap kualitas
air sangatlah besar. Hal ini dikarenakan dengan kualitas air yang baik maka
kehidupan abalone akan lebih terjamin dibandingkan dengan kualitas air yang
buruk yang akan mengancam kehidupan abalone dan menyebabkan kematian. Adapun
kualitas air untuk abalone yang optimal adalah sebagai berikut :
Table 1. Parameter kualitas air untuk
budidaya abalone
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Nilai
rata-rata
|
1
|
Salinitas
|
Ppt
|
30-33
|
2
|
Suhu
|
0C
|
29,5-30
|
3
|
DO
|
Mg/l
|
5,9-6,11
|
4
|
pH
|
-
|
8,2-8,9
|
5
|
Amonia
|
Ppm
|
< >
|
6
|
Kecerahan
|
M
|
>4
|
Oksigen merupakan salah
satu faktor pembatas sehingga bila ketersediaannya dalam air tidak mencukupi
kebutuhan ikan budidaya, maka segala aktivitas ikan akan terhambat. Kebutuhan
oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada 2 aspek, yaitu kebutuhan
lingkungan pada spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada
metabolism ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu di
sebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul
sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam
air dfan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah. Menurut Fallu
(1991) sebaiknya 4 – 8 ppm. Oksigen terlarut dalam bentuk gas dikenal sebagai
faktor penentu yang paling kritis dalam kegiatan budidaya ikan, terutama
budidaya dengan sistem intensif. Begitu kritisnya kandungan oksigen terlarut ini, sehingga
apabila terjadi penurunan kandungan oksigen secara mendadak pada nilai
tertentu, dapat menyebabkan kematian total pada ikan. Kebutuhan oksigen
terlarut bagi kehidupan biota perairan untuk dapat hidup dan berkembang minimal
5 mg/l atau 5 ppm. Konsentrasi oksigen dibawah nilai 5 sampai dengan nilai 3 ppm merupakan batas
bawah yang dapat ditolerasi oleh biota untuk berada pada kondisi yang hanya
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya saja. Semakin tinggi nilai
konsentrasi oksigen dalam suatu perairan, akan semakin baik kondisi perairan
tersebut bagi biota yang hidup di supersaturasi akan oksigen, kematian ikan
dapat terjadi dalam jumlah yang besar (Nuitja dan Lenny, 1997).
Suhu sangat penting diperhatikan
dalam budidaya abalone. Suhu merupakan variabel utama yang mempengaruhi variabel lainnya. Suhu sangat mempengaruhi
kandungan oksigen dalam perairan. Suhu memiliki hubungan berbanding terbalik
dengan oksigen terlarut. Semakin tinggi
suhu dalam suatu perairan maka semakin rendah kandungan oksigennya. Hal ini
dikarenakan semakin meningkatnya suhu maka tingkat metabolisme kultifan akan
meningkat. Jika metabolisme meningkat
maka lebih banyak energy yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan tersebut. Sehingga kandungan oksigen menurun karena banyak digunakan
untuk melakukan pembakaran energy. Menurut Asdak (2010), hubungan antara suhu
air dan oksigen biasanya berkolerasi negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air
akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan dengan demikian organisme
akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya
proses-proses biologi di dalam air. Kenaikan suhu suatu perairan alamiah
umumnya di sebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing
aliran tersebut mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang dapat menembus
permukaan air tersebut dan pada giliranya akan meningkatkan suhu di dalam air.
Salinitas merupakan salah satu
faktor pembatas yang berpengaruh pada tingkat konsumsi. Salinitas merupakan
masking factor bagi organisme akuatik yang dapat menjadi satu pengaruh yang
berdampak pada organisme. Salinitas sebagai salah satu parameter kualitas air
berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme tubuh ikan, terutama proses osmoregulasi.
Dengan memberikan perlakuan salinitas diharapkan mampu meningkatkan efisiensi
penggunaan energi dalam proses osmoregulasi, sehingga mampu meningkatkan
pertumbuhannya. Salah satu aspek fisiologi ikan yang dipengaruhi oleh salinitas
adalah tekanan osmotik dan konsentrasi cairan tubuh serta kebutuhan oksigen.
Lingkungan perairan dengan perubahan salinitas dapat mempengaruhi laju konsumsi
oksigen (LKO) ikan. Kajian mengenai LKO terkait dengan biologi ikan sangat
penting untuk dilakukan,serta konsumsi oksigen dapat dihitung dan digambarkan
dengan LKO (Laju Konsumsi Oksigen), karena LKO dapat digunakan untuk menentukan
berapa banyak energi metabolik yang dibutuhkan untuk proses metabolisme. Proses
metabolisme tersebut akan menghasilkan energi yang selanjutnya akan digunakan untuk
mempertahankan hidup, termasuk adaptasi lingkungan (osmoregulasi) (Yurisma et
al., 2013)
Kecerahan perairan adalah suatu
kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada
kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat
kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi
proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu perairan. Besarnya energi yang dapat masuk ke dalam badan
air tergantung dari jenis-jenis media misalnya air laut, air payau dan air
tawar. Besarnya kelarutan bahan organik ataupun padatan tersuspensi lainnya
ikut menghalangi intensitas cahaya yang masuk. Kecerahan dan kekeruhan
dipengaruhi oleh:
(1) benda-benda yang disuspensikan,
seperti lumpur, dan sebagainya.
(2) adanya jasad-jasad lenik (plankton).
(3) warna air.
Dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi
proses asimilasi dalam air., lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh yang
keruh dan yang paling keruh. Menurut Kordi dan Andi (2007) Kekeruhan yang baik
adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad-jasad lenik atau plankton. Bila
kekeruhan disebabkan oleh plankton, maka kekeruhan mencerminkan jumlah individu
plankton yaitu jasad lenik yang melayang dan selalu mengikuti gerak air. Semua
plankton jadi berbahaya kalau kecerahan sudah kurang dari 25 cm.
Kecerahan sangat penting
diperhatikan dalam budidaya abalone. Hal ini dikarenakan abalone merupakan
herbivore yang lebih suka makan mikro alga. Semakin tinggi kecerahan perairan
tersebut maka diharapkan tingkat fotosintesis mikroalga akan semakin baik.
Sehingga pakan alami yang tersedia di perairan tersebut akan terpenuhi.
Upaya
Menjaga Kualitas Air
Upaya untuk tetap menjaga kualitas
perairan dapat dilakukan dengan mengaplikasikan sisten resirkulasi. Sistem
resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan
dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah filter
atau ke dalam wadah, sehingga sistem ini bersifat hemat air. Oleh karena itu
sistem ini merupakan salah satu alternatif model budidaya yang memanfaatkan air
secara berulang dan berguna untuk menjaga kualitas air. Recirculation
Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang menggunakan teknik akuakultur
dengan kepadatan tinggi di dalam ruang tertutup (indoor), serta kondisi
lingkungan yang terkontrol sehingga mampu meningkatkan produksi ikan pada lahan
dan air yang terbatas.
Sistem resirkulasi ada dua jenis
yakni sistem sirkulasi tertutup yang mendaur ulang 100% air dan sistem
sirkulasi semi tertutup yang mendaur ulang sebagian air sehingga masih
membutuhkan penambahan air dari luar (Sidik, 2002). Sistem kerja dari resirkulasi
adalah air dari media pemeliharaan dialirkan melalui pipa pengeluaran air.
Sistem resirkulasi mampu mempertahankan kondisi kualitas air pada kisaran
optimal Pengolahan limbah pada sistem resirkulasi dapat dilakukan dengaan filtrasi, filtrasi biologi dan filtrasi
kimia. Teknologi ini memiliki efesiensi yang tinggi pada lahan sempit dan
ketersediaan air.
Amonia yang dihasilkan dari sisa
pakan dan metabolisme abalone dapat mengakibatkan penumpukan bahan organik yang
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Untuk mempertahankan kualitas
air agar tetap layak bagi organisme akuatik salah satu cara dengan sistem
resirkulasi. Sistem resirkulasi Mampu menurunkan tingkat konsentrasi amonia,
hingga dalam kisaran 31 - 43%. Penggunaan sistem resirkulasi diharapkan dapat
meningkatkan hasil produksi, karena pemanfatan air lebih ramah lingkungan untuk
pertumbuhan abalone.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak,C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Atika, Rusliadi dan
Mulyadi. 2013. Growth And Survival Rate Of Abalone (Haliotis asinina) On Different Stocking Density.Fisheries and
Marine scince Faculty.Riau University. Riau.
Dharma, B. 2005. Recent and Fossil. Indonesia Shells. Conchbook.
Germany. 424p.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.Kanisius. Yogyakarta.
England.
Erlina,E ,Hartoko dan Suminto. 2007.Kualitas
Perairan di Sekitar BBPBAP ditinjau dari Aspek Produktivitas Primer Sebagai
Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang dan Ikan. Jurnal Pasir Laut. 2
(2).
Fallu,
1991. Abalone Farming. Fishing News Book, Oshey Mead, Oxford Oxoel,
Hutabarat dan Evans.1984.Pengantar
Oceanografi. UII. Jakarta.
Kordi,K. 2011. Marikultur
Prinsip dan Praktik Budi Daya Laut. Lily Publisher. Yogyakarta.
Krismono. 1992. Penelitian Potensi Sumberdaya
Perairan Waduk Wadas Lintang, Mrica, Karangats dan Waduk Selorejo Untuk
Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Litaay,M.,Rosana,Ferawati
dan Rusmidin. 2012. Variasi Genetik Abalon Tropis Haliotis asinina Asal Sulawesi Selatan;Prospek Budidaya. ICAI 2012.
Nuitja, I Nyoman dan Lenny Stansye Syafei.
1997. Pengelolaan Lingkungan dan Kesehatan Ikan Segar. Universitas Terbuka.
Nybakken, J.
W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia, Jakarta. 459 hal
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2007. Biologi
Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Salmin. 2005. Oksigen
Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah
Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana.
30 (3) : 21-26.
Sari, T. Ersti
Yulika dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan
Ikan Periaran Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 17(1): 88-10.
Yurisma,
Nurlita Abdulgani, dan Gunanti Mahasri. 2013. Pengaruh Salinitas yang Berbeda
terhadap Laju Konsumsi Oksigen Ikan Gurame(Osprhonemus gouramy) Skala
Laboratorium. Jurnal Sains Dan
Seni Vol.1, No.1.
0 komentar:
Posting Komentar