Manajemen Kualitas Air pada Budidaya Abalon

Kamis, 15 Maret 2018



Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara kepulauan, 2/3 wilayahnya terdiri dari perairan, dengan perairan laut yang cukup luas Indonesia juga di sebut sebagai negara bahari dan maritim. Sebagai negara bahari atau negara maritim, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangakan pembangunan ekonomi melalui sektor perikanan dan kelautan, salah satunya dengan budidaya marikultur. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk dunia yang kian meningkat, maka keberadaan sumber daya di darat sudah semakin sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Oleh karena itu, pembangunan sektor perikanan dan kelautan harus di galakkan agar dapat membantu pemenuhan kebutuhan penduduk, terutama dalam bidang pangan.
Salah satu cara pengembangan sektor perikanan dan kelautan agar sumber daya alam masih tetap terjaga yaitu dengan budidaya, salah satunya budidaya perikanan laut (marikultur). Menurut Kordi (2011), potensi produksi perikanan budidaya terbesar adalah marikultur (47 juta ton), sementara tingkat pemanfaatannya masih yang paling rendah (1,5%). Selain luas wilayah perairan untuk usaha marikultur sangat besar, jenis komoditas yang dapat dikembangkan pun sangat beragam, yang terdiri atas ikan, krustase, molusca, reptil, alga, mamalia, dan echinodermata (Holothuroidea dan Echinoidea).
Abalone (Haliotis asinina) merupakan salah satu komoditas yang dapat dibudidayakan pada marikultur. Abalone merupakan kelompok moluska laut atau dikenal dengan kerang mata tujuh, dalam klasifikasi masuk kedalam kelas gastropoda. Terdapat lebih dari 100 spesies abalone. 20 jenis diantaranya bernilai ekonomis. Abalone merupakan komoditas yang oatut untuk dibudidayakan karena nilai protein yang tinggi dan kandungan kolestrol yang rendah. Kandungan nutrisi sangat yang baik untuk kesehatan membuat nilai ekonomis abalone meningkat dan memberi pengaruh besar bagi yang mengkonsumsinya. Namun sampai sekarang permintaan masih belum terpenuhi, hal ini dikarenakan produksi abalone masih mengandalkan hasil tangkapan di alam yang dapat merusak keseimbangan lingkungan hayati. Menurut Litaay et al.(2012), salah satu langkah yang menjadi solusi bagi eksploitasi secara langsung di alam adalah dengan melakukan budidaya. Budidaya abalone membutuhkan benih yang bagus agar dapat menghasilkan abalone yang baik. Oleh karena itu, teknik budidaya abalone harus segera dikembangkan dan dilaksanakan untuk mengurangi tekanan penangkapan terhadap populasinya di alam. Dengan melalui budidaya maka permintaan pasar akan terpenuhi tanpa melakukan kegiatan penangkapan.
Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, pH, DO, CO2, alkalinitas, kesadahan, fosfat, nitrogen dan lainnya. Pengaruh kualitas air terhadap kegiatan budidaya sangatlah penting, sehingga pengawasan terhadap parameter kualitas air mutlak dilakukan oleh pembudidaya. Manajemen kualitas air mempunyai peran yang sangat penting pada keberhasilan budidaya. Air, sebagai media hidup ikan, berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air menentukan keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem, baik terhadap kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun ekosistem tambak tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat menyebabkan kegagalan budidaya, sebaliknya kualitas air yang optimal dapat mendukung pertumbuhan dan kelulus hidupan ikan.

Klasifikasi dan Morfologi Abalone (Haliotis asinina)
Haliotis sp. merupakan binatang laut yang digolongkan dalam kekerangan dan termsuk dalam kelas Gastropoda, family Haliotidae. Jenis Abalon di alam diperkirakan lebih dari 100 species, namun yang telah berhasil dibudidaya hanya beberapa species saja.

Morfologi abalone
Sumber : Unila.ac.id

Klasifikasi Haliotis asinina menurut (Dharma, 1988 dalam Dharma, 2005), adalah sebagai berikut:
Kingdom           : Animalia
Filum                 : Mollusca
Classis                : Gastropoda
Ordo                  : Prosobranchia
Familia               : Haliotidae
Genus                :Haliotis
Spesies               : Haliotis asinina
Haliotis mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya oleh karenanya organisme ini menyebarluas dengan kondisi habitat yang bervariasi. Organisme ini umumnya menempati habitat yang keras, di daerah yang dangkal dan juga ada yang hidup di daerah pasang surut. Selama seharian Haliotis melekat pada celah batuan sempit atau liang yang telah dilubangi oleh Sea Urchins Echinometra mathei. Haliotis asininna biasanya ditemukan pada bagian bawah dari batu karang pada kira - kira kedalaman air 1 meter (Nybakken, 1992).
Abalon Haliotis memiliki ciri - ciri morfologi pada bagian kepala Haliotis terdapat sepasang mata, sepasang tentakel dan satu mulut. Tentakel ini ukurannya lebih besar sepertihalnya tangkai mata pada siput darat dan tentakel diproyeksikan menepel ke otot melewati lubang respirasi. Lubang respirasi digunakan untuk mengeluarkan produk reproduksi dan kakinya memempel di sisi cangkang. Cangkang dari berbentuk telinga. Apex terletak dekat ujung posterior, bentuknya kecil. Kaki pada Haliotis bersifat sebagai kaki semu, selain untuk berjalan juga untuk menempel pada substrat/dasar perairan. Kaki ini sebagian besar tertutup cangkang dan terlihat jelas bila abalone dibalik. Haliotis termasuk hewan herbivora.Pada tahap veliger tidak memerlukan makanan karena mereka dapat memanfaatkan kuning telurnya yang ia miliki sejak awal metamorfosis. Sesudah metamorfosis mereka dapat makan diatom bentik, alga dan detritus. Haliotis makan pada malam hari. Haliotis yang lebih besar dari 10 mm makan alga (Fallu, 1991).
Haliotis memiliki sepasang insang dalam sebuah rongga mantel di bawah deretan lubang pada cangkang. Lubang pada cangkang Haliotis berfungsi sebagai jalan air. Air akan masuk melalui bukaan cangkang anterior seterusnya melalui insang yang bekerja mengambil O2 dan mengeluarkan CO2 Pada umumnya Haliotis bersifat dioecious dimana kelamin jantan dan betina terpisah. Warna  gonad menunjukkan kelamin jantan atau betina. Gonad jantan berwarna cream, ivory atau putih tulang, sedangkan betina berwarna hijau kebiruan (Sari, 2015).

Manajemen Kualitas Air
Manajemen lingkungan juga meliputi pengelolaan kualitas air. Di dalam proses budidaya ada beberapa parameter yang harus menjadi acuan, yaitu parameter biologi,kimia dan fisika. Kualitas perairan sangat berpengaruh pada kelulus hidupan dan pertumbuhan abalone. Karena kualitas perairanlah yang memberikan segala aspek kehidupan bagi biota budidaya (Atika et al., 2013).
a.              Oksigen terlarut
Oksigen terlarut (Dissolved oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005).
b.             Karbondioksida
Karbondioksida memegang peranan sebagai unsur makanan bagi semua tumbuhan-tumbuhan hijau yang mampu melakukan proses asimilasi. Karbondioksida merupakan gas yang di butuhkan oleh tumbuh-tumbuhan  air renik maupun tingkat tinggi untuk melakukan fotosintesis. Sumber utama karbondioksida dari proses perombakkan bahan-bahan organik oleh jasad-jasad renik dan proses pernapasan hewan serta tumbuh-tumbuhan dalam air pada malam hari. Kepekatan O2 terlarut dalam air bergantung pada kepekatan CO2 yang ada (Krismono, 1992).
c.              Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau di kenal dengan sebutan acid-neutralizingcapacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas menggambarkan jumlah basa (alkaline) yang terkandung dalam air yang dapat di tentukan dengan titrasi asam kuat (H2SO4 atau HCl) sampai pH tertentu. Alkalinitas juga di artikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Alkalinitas juga dapat disebut sebagai “Daya Menggabung Asam” yang artinya kemampuan air dalam menyerap asam (Effendi, 2003).
d.             Derajat keasaman (pH)
pH air biasanya di manfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang di kaji, terutama oksida sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnenesium pada proses pembasaan. Angka indeks yang umum di gunakan mempunyai kisaran antara 0-14 dan merupakan angka logarimatik negatif dari konsentrasi ion hidrogen daam air. Angka pH 7 adalah netral, sedangkan angka pH lebih besar dari 7 menunjukkan bahwa air bersifat basa dan terjadi ketika ion-ion karbon dominan. Sedangkan angka pH lebih kecil dari 7 menunjukkan bahwa air tempat tersebut bersifat asam (Asdak, 2010).
e.              Suhu
Suhu air di dalam ar dapat menjadi factor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (telalu hangat atau terlalu dingin) bagi kehidupan flora dan fauna tersebut di atas. Jenis, jumlah dan keberadaan flora dan fauna akuatis sering kali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh adanya kenaikan suhu di dalam air (Asdak, 2010).
f.             Kecerahan
Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesa dan produksi primerdalam suatu perairan ( Sari dan Usman, 2012).
g.              Kedalaman
Kedalaman perairan memberikan petunjuk keberadaan parameter limnologi pada suatu habitat akuatik tertentu. Fitoplankton dalam melakukan fotosintesis membutuhkan sinar matahari, penyinaran cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman suatu perairan tersebut. Fitoplankton sebagai produsen primer hanya didapat pada daerah atau kedalaman dimana sinar matahari masih dapat menembus badan perairan. Sinar matahari yang masuk ke laut akan semakin berkurang energinya karena diserap (absorbsi) dan disebarkan (scattering) oleh molekul-molekul di laut (Hutabarat dan Evans ,1984). 
h.             Arus
Arus laut permukaan merupakan pencerminan langsung dari pola angin yang bertiup pada waktu itu pada suatu perairan. Jadi, arus permukaan ini digerakkan oleh angin. Air pada lapisan bawahnya ikut terbawa. Arus adalah gerakan dimana suatu massa air mengalir karena disebakan dengan adanya tiupan angin atau dapat juga disebabkan karena perbedaan dalam densitas air. Selain itu, arus juga dapat disebabkan oleh gerakan bergelombang yang panjang. Arus laut permukaan ini digerakkan oleh angin (Romimohtarto dan Sri, 2007).

Parameter biologi
a.              Produktifitas primer
Demi mendukung semua kegiatan budidaya, maka perairan yang dipakai sebagai air sumber dan air pemelihara harus selalu memenuhi persyaratan baik parameter fisik, kimia dan biologi. Salah satu indikator penentu untuk mengetahui kualitas perairan yang memenuhi persyaratan tersebut adalah nilai produktivitas primer. Produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi radiasi matahari oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik melalui proses fotosintesa oleh fitoplankton. Dalam tropik level suatu perairan, fitoplankton disebut sebagai produsen utama perairan (Erlina et.al.,2007).

Pengaruh Manajemen Kualitas Air dalam Budidaya Abalone
kondisi air harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi pertumbuhan biota yang dipelihara. Kualitas air tersebut meliputi faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor fisika diantaranya adalah suhu, kecerahan, dan kedalaman. Kualitas air dalam media budidaya harus dalam kondisi yang stabil dan tidak terjadi perubahan yang mendadak. Apabila kualitas air tidak stabil atau berubah-ubah maka akan mengakibatkan kultivan stres, sakit bahkan mati  jika tidak mampu bertoleransi terhadap perubahan lingkungan, oleh karena itu diperlukan treatmen-treatmen khusus / rekayasa manusia agar kualitas air tetap stabil. Faktor fisika air merupakan variabel kualitas air yang penting karena dapat mempengaruhi variabel kualitas air yang lainnya. Faktor fisika yang besar pengaruhnya terhadap kualitas air adalah cahaya matahari dan suhu air. Kedua faktor ini berkaitan erat, dimana suhu air terutama tergantung dari intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Cahaya matahari dan suhu air merupakan faktor alam yang sampai saat belum bisa dikendalikan. Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan yang lain mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan. Komposisi dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air. Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas yang telah ditentukan dapat segera dikendalikan.
Dalam budidaya abalone kualitas air sangat dipengaruhi oleh pemilihan lokasi. Kerang abalone hidup pada daerah karang berpasir disekitar pantai dan jarang bahkan tidak terdapat dimuara sungai. Hal ini yang akan menjadi pertimbangan utama dalam memilih lokasi budidaya kerang abalone. Oleh karena itu, tidak semua lokasi dapat dijadikan sebagai tempat budidaya kerang abalone. Selain factor lokasi, faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah faktor keamanan. Faktor keamanan merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan setiap kegiatan usaha yang dilakukan. Lokasi yang sangat ideal akan tetapi jika faktor keamanan tidak mendukung akan menimbulkan kerugian akibat dari pencurian dan hal ini akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Untuk saat ini metode budidaya abalone yang banyak dikembangkan menggunakan system penculture dan karamba jarring apung. Kontruksi dan pemilihan lokasi kedua metode ini harus sesuai untuk mengahsilkan kualitas perairan yang baik dan keamanan bagi kultivan sehingga mampu mempercepat pertumbuhan abalone.
a. Metode Pen-Culture.
Persyaratan lokasi untuk budidaya kerang abalone dengan metode pen-culture adalah sebagai berikut:

v   Daerah pantai dengan curah hujan rendah
Lokasi sebaiknya mempunyai curah hujan rendah sepanjang tahun, hal ini untuk menghindari fluktuasi parameter air laut terutama salinitas yang mencolok. Pada daerah curah hujan tinggi akan berdanpak sangat buruk pada saat air surut, yaitu air hujan akan tergenang pada lokasi pen-culture, akibatnya salinitas akan turun secara drastis. Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan menimbulkan stress dan membahayakan kehidupan kerang abalone dan berujung pada kematian.

v   Daerah pantai yang jauh/tidak ada muara sungai.
Hal ini bertujuan untuk menghindari abrasi air tawar yang dapat mengakibatkan perubahan kualitas air, terutama salinitas serta partikel dan limbah yang terbawa oleh arus sungai. Keadaan sperti ini memberikan danpak yang buruk terhadap kehidupan kerang abalone. Oleh karena itu, daerah ini sebaiknya tidak dijadikan lokasi buddiaya kerang abalone.

v   Keadaan pantai yang landai/datar (tidak curam/terjal).
Kedaan pantai yang landai/datar akan memudahkan dalam membangun konstruksi pen-culture, demikian sebaliknya, pada daerah pantai yang terjal akan mengakibatkan sulitnya menempatkan konstruksi/wadah budidaya.
  
v   Dasar pantai pasir berkarang dan terdapat alga laut yang tumbuh (ex: padang lamun)
Pemilihan lokasi yang seperti ini untuk mendekatkan keadaan wadah budidaya dalam bentuk habitat asli kerang abalone. Selain itu, pada daerah berpasir suspensi atau partikel lumpur dalam badan air sangat sedikit sehingga kejernihan air tetap terjamin. Adanya alga yang tumbuh pada daerah tersebut akan menjadi tolak ukur untuk kesinambungan ketersediaan pakan serta kelangsungan hidup pakan yang akan diberikan seperti Gracilaria sp. Sebaliknya, pada daerah berlumpur akan terus terjadi kekeruhan akibat partikel tanah yang terbawa dalam badan air yang dapat menimbulkan endapan/sedimen yang pada akhirnya membahayakan kehidupan kerang abalone yaitu kerang abalone dapat tertimbun dalam endapan tersebut sehingga menyulitkan untuk memperoleh oksigen yang akhirnya tingkat mortalitas menjadi tinggi.

v   Ketinggian air saat surut terendah.
Pada saat surut terendah, sebaiknya lokasi tetap pada daerah yang tergenang air, jika lokasi terletak pada daerah pantai yang kering, maka bagian dalam pen-culture harus digali dengan kedalaman minimal 10-15cm dengan tujuan untuk mempertahankan genangan air saat surut terendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan suhu yang sangat mencolok dan menghindari kekeringan pada kerang abalone yang dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian.

v   Mudah dijangkau dan diawasi.
Lokasi harus mudah dijangkau (dekat dengan tempat tinggal), bertujuan untuk memudahkan pengawasan setiap saat, terutama kerusakan konstruksi atau hal lain yang dapat menimbulkan kerugian dan membahayakan kehidupan kerang abalone, seperti; adanya predator. Selain itu, dekatnya lokasi juga merupakan tindakan pengamanan yang tepat.

v   Gelombang/ombak pantai yang tidak terlalu besar
Daerah pantai yang dijadikan lokasi harus terlindung dari hempasan ombak yang cukup besar, bertujuan untuk menghindari kerusakan pada wadah/konstruksi pen-culture. Hal lain, lokasi yang memiliki ombak besar maka usia ekonomis sarana akan menjadi pendek serta akan menambah biaya dalam konstruksi yang harus dibuat kokoh serta perbaikan, tentunya hal ini akan memperkecil margin keuntungan dan bahkan dapat mengakibatkan kerugian.


Gambar 2. Metode penculture
Sumber : fao.org


b.       Metode KJA
Pemilihan lokasi budidaya kerang abalone dengan metode KJA pada prinsipnya sama dengan pemilihan lokasi menggunakan metode pencultur, namun ada beberapa syarat tambahan yang harus diperhatikan. Adapun persyaratan lokasi adalah sebagai berikut:.
v   Gelombang dan Arus
Gelombang yang besar akan mengakibatkan goncangan rakit yang cukup kuat, hal ini akan menyebakan rusaknya konstruksi rakit dan kesulitan dalam bekerja. Selain itu, kekuatan arus juga sangat menentukan. Arus erat kaitannya dengan sirkulasi air dalam wadah pemeliharaan/jaring. Arus yang kuat akan dapat mengakibatkan terlilitnya wadah/jaring.
v   Bukan daerah up-welling
Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari.

v   Bukan daerah tercemar
Kerang abalone merupakan hewan yang bergerak sangat lambat sehingga jika terjadi pencemaran baik pencemaran industri, tambak maupun dari limbah masyarakat setempat akan sulit untuk menghindar, akibatnya akan mengalami kematian secara massal.

v   Kedalaman perairan
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan.
 Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari dasar waring/jaring.

Gambar 3. Metode karamba jarring apung
Sumber : fao.org


Parameter kualitas air
Kebutuhan abalone terhadap kualitas air sangatlah besar. Hal ini dikarenakan dengan kualitas air yang baik maka kehidupan abalone akan lebih terjamin dibandingkan dengan kualitas air yang buruk yang akan mengancam kehidupan abalone dan menyebabkan kematian. Adapun kualitas air untuk abalone yang optimal adalah sebagai berikut :

Table 1. Parameter kualitas air untuk budidaya abalone
No
Parameter
Satuan
Nilai rata-rata
1
Salinitas
Ppt
30-33
2
Suhu
0C
29,5-30
3
DO
Mg/l
5,9-6,11
4
pH
-
8,2-8,9
5
Amonia
Ppm
< >
6
Kecerahan
M
>4

Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas sehingga bila ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan budidaya, maka segala aktivitas ikan akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada 2 aspek, yaitu kebutuhan lingkungan pada spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolism ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu  lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu di sebabkan oleh adanya perbedaan struktur  molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dfan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah. Menurut Fallu (1991) sebaiknya 4 – 8 ppm. Oksigen terlarut dalam bentuk gas dikenal sebagai faktor penentu yang paling kritis dalam kegiatan budidaya ikan, terutama budidaya dengan sistem intensif. Begitu kritisnya kandungan oksigen terlarut ini, sehingga apabila terjadi penurunan kandungan oksigen secara mendadak pada nilai tertentu, dapat menyebabkan kematian total pada ikan. Kebutuhan oksigen terlarut bagi kehidupan biota perairan untuk dapat hidup dan berkembang minimal 5 mg/l atau 5 ppm. Konsentrasi oksigen dibawah nilai 5 sampai dengan nilai 3 ppm merupakan batas bawah yang dapat ditolerasi oleh biota untuk berada pada kondisi yang hanya mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya saja. Semakin tinggi nilai konsentrasi oksigen dalam suatu perairan, akan semakin baik kondisi perairan tersebut bagi biota yang hidup di supersaturasi akan oksigen, kematian ikan dapat terjadi dalam jumlah yang besar (Nuitja dan Lenny, 1997).
    Suhu sangat penting diperhatikan dalam budidaya abalone. Suhu merupakan variabel utama yang mempengaruhi  variabel lainnya. Suhu sangat mempengaruhi kandungan oksigen dalam perairan. Suhu memiliki hubungan berbanding terbalik dengan  oksigen terlarut. Semakin tinggi suhu dalam suatu perairan maka semakin rendah kandungan oksigennya. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya suhu maka tingkat metabolisme kultifan akan meningkat. Jika metabolisme  meningkat maka lebih banyak energy yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Sehingga kandungan oksigen menurun karena banyak digunakan untuk melakukan pembakaran energy. Menurut Asdak (2010), hubungan antara suhu air dan oksigen biasanya berkolerasi negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan dengan demikian organisme akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses biologi di dalam air. Kenaikan suhu suatu perairan alamiah umumnya di sebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing aliran tersebut mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang dapat menembus permukaan air tersebut dan pada giliranya akan meningkatkan suhu di dalam air.
Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas yang berpengaruh pada tingkat konsumsi. Salinitas merupakan masking factor bagi organisme akuatik yang dapat menjadi satu pengaruh yang berdampak pada organisme. Salinitas sebagai salah satu parameter kualitas air berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme tubuh ikan, terutama proses osmoregulasi. Dengan memberikan perlakuan salinitas diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam proses osmoregulasi, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhannya. Salah satu aspek fisiologi ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah tekanan osmotik dan konsentrasi cairan tubuh serta kebutuhan oksigen. Lingkungan perairan dengan perubahan salinitas dapat mempengaruhi laju konsumsi oksigen (LKO) ikan. Kajian mengenai LKO terkait dengan biologi ikan sangat penting untuk dilakukan,serta konsumsi oksigen dapat dihitung dan digambarkan dengan LKO (Laju Konsumsi Oksigen), karena LKO dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak energi metabolik yang dibutuhkan untuk proses metabolisme. Proses metabolisme tersebut akan menghasilkan energi yang  selanjutnya akan digunakan untuk mempertahankan hidup, termasuk adaptasi lingkungan (osmoregulasi) (Yurisma et al., 2013)
Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu perairan. Besarnya energi yang dapat masuk ke dalam badan air tergantung dari jenis-jenis media misalnya air laut, air payau dan air tawar. Besarnya kelarutan bahan organik ataupun padatan tersuspensi lainnya ikut menghalangi intensitas cahaya yang masuk. Kecerahan dan kekeruhan dipengaruhi oleh:
(1) benda-benda yang disuspensikan, seperti lumpur, dan sebagainya.
(2) adanya jasad-jasad lenik (plankton).
(3) warna air.
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air., lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh yang keruh dan yang paling keruh. Menurut Kordi dan Andi (2007) Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad-jasad lenik atau plankton. Bila kekeruhan disebabkan oleh plankton, maka kekeruhan mencerminkan jumlah individu plankton yaitu jasad lenik yang melayang dan selalu mengikuti gerak air. Semua plankton jadi berbahaya kalau kecerahan sudah kurang dari 25 cm.
Kecerahan sangat penting diperhatikan dalam budidaya abalone. Hal ini dikarenakan abalone merupakan herbivore yang lebih suka makan mikro alga. Semakin tinggi kecerahan perairan tersebut maka diharapkan tingkat fotosintesis mikroalga akan semakin baik. Sehingga pakan alami yang tersedia di perairan tersebut akan terpenuhi.
Upaya Menjaga Kualitas Air
Upaya untuk tetap menjaga kualitas perairan dapat dilakukan dengan mengaplikasikan sisten resirkulasi. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah filter atau ke dalam wadah, sehingga sistem ini bersifat hemat air. Oleh karena itu sistem ini merupakan salah satu alternatif model budidaya yang memanfaatkan air secara berulang dan berguna untuk menjaga kualitas air. Recirculation Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang menggunakan teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi di dalam ruang tertutup (indoor), serta kondisi lingkungan yang terkontrol sehingga mampu meningkatkan produksi ikan pada lahan dan air yang terbatas.
Sistem resirkulasi ada dua jenis yakni sistem sirkulasi tertutup yang mendaur ulang 100% air dan sistem sirkulasi semi tertutup yang mendaur ulang sebagian air sehingga masih membutuhkan penambahan air dari luar (Sidik, 2002). Sistem kerja dari resirkulasi adalah air dari media pemeliharaan dialirkan melalui pipa pengeluaran air. Sistem resirkulasi mampu mempertahankan kondisi kualitas air pada kisaran optimal Pengolahan limbah pada sistem resirkulasi dapat dilakukan  dengaan filtrasi, filtrasi biologi dan filtrasi kimia. Teknologi ini memiliki efesiensi yang tinggi pada lahan sempit dan ketersediaan air.
Amonia yang dihasilkan dari sisa pakan dan metabolisme  abalone dapat  mengakibatkan penumpukan bahan organik yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Untuk mempertahankan kualitas air agar tetap layak bagi organisme akuatik salah satu cara dengan sistem resirkulasi. Sistem resirkulasi Mampu menurunkan tingkat konsentrasi amonia, hingga dalam kisaran 31 - 43%. Penggunaan sistem resirkulasi diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi, karena pemanfatan air lebih ramah lingkungan untuk pertumbuhan abalone.



DAFTAR PUSTAKA



Asdak,C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Atika, Rusliadi dan Mulyadi. 2013. Growth And Survival Rate Of Abalone (Haliotis asinina) On Different Stocking Density.Fisheries and Marine scince Faculty.Riau University. Riau.
Dharma, B. 2005. Recent and Fossil. Indonesia Shells. Conchbook. Germany. 424p.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.Kanisius. Yogyakarta.
England.
Erlina,E ,Hartoko dan Suminto. 2007.Kualitas Perairan di Sekitar BBPBAP ditinjau dari Aspek Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang dan Ikan. Jurnal Pasir Laut. 2 (2).
Fallu, 1991. Abalone Farming. Fishing News Book, Oshey Mead, Oxford Oxoel,
Hutabarat dan Evans.1984.Pengantar Oceanografi. UII. Jakarta.
Kordi,K. 2011. Marikultur Prinsip dan Praktik Budi Daya Laut. Lily Publisher. Yogyakarta.
Krismono. 1992. Penelitian Potensi Sumberdaya Perairan Waduk Wadas Lintang, Mrica, Karangats dan Waduk Selorejo Untuk Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Litaay,M.,Rosana,Ferawati dan Rusmidin. 2012. Variasi Genetik Abalon Tropis Haliotis asinina Asal Sulawesi Selatan;Prospek Budidaya. ICAI 2012.
Nuitja, I Nyoman dan Lenny Stansye Syafei. 1997. Pengelolaan Lingkungan dan Kesehatan Ikan Segar. Universitas Terbuka.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia, Jakarta. 459 hal
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2007. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. 30 (3) : 21-26.
Sari, T. Ersti Yulika dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Periaran Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 17(1): 88-10.
Yurisma, Nurlita Abdulgani, dan Gunanti Mahasri. 2013. Pengaruh Salinitas yang Berbeda terhadap Laju Konsumsi Oksigen Ikan Gurame(Osprhonemus gouramy) Skala Laboratorium. Jurnal Sains Dan Seni Vol.1, No.1.



0 komentar:

Posting Komentar