MANAJEMEN UDANG VANNAME DI TAMBAK POLIKULTUR UDANG DAN IKAN BANDENG DENGAN TEKNOLOGI EKSTENSIF

Jumat, 16 Maret 2018


Latar belakang
Sektor perikanan memiliki sumberdaya yang sangat potensial sebagai sumber potensi baru, seiring dengan semakin berkurangnya sumberdaya pada sektor pertanian yang banyak digunakan untuk berbagai kegiatan ekonomi yang lain. Potensi sumberdaya ikan yang terkandung dalam wilayah perairan nasional memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang paling tinggi, yaitu 37% dari spesies ikan yang ada di dunia, seperti halnya kultivan budidya udang vannamei. Hal ini memberi gambaran betapa besarnya potensi perikanan di Indonesia.
Udang vanname merupakan jenis udang potensial untuk dikembangkan dengan cara budidaya. Perkembangan budidaya udang vaname sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi dengan adanya pemanfaatan teknologi pertambakan baik pada tradisional, tradisional plus, semi intensif dan intensif (Hendrajat, 2010).
Perkembangan udang budidaya dapat dilakukan dengan cara polikultur misalnya udang vanname dengan ikan bandeng untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Budidaya polikultur atau lazim disebut budidaya multitropik antara dua jenis atau lebih kultivan budidaya yang merupakan sistem budidaya yang dapat meningkatkan produktivitas lahan, asalkan kultivan budidaya tersebut tidak saling mengganggu baik secara biologis maupun ekologis (Suharyantoet al., 2010).
Pembudidayaan ikan merupakan kegiatan memelihara, membesarkan dan memanen hasilnyadalam lingkungan yang terkontrol. Pembudidayaan ikan dapat dilakukan secara polikulturyaitu pembudidayaan ikan lebih dari satu jenis secara terpadu. Budidaya polikulturterpadu dan sinergis saat ini banyak ditelitidan dikaji karena dapat meningkatkan kulitasair.Pembudidayaansecara tradisional selalu mengedepankan luaslahan, pasang surut, intercrop dan tanpapemberian makanan tambahan sehinggamakanan bagi komoditas yang dibudidayakanharus tersedia secara alami dalam jumlahyang cukup (Murachman et al., 2010).

1.2.            Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana manajemen wadah budidaya polikultur?
2.      Bagaimana manajemen kualitas air tambak polikultur udang vaname dan bandeng?
3.      Bagaimana manajemen pakan di tambak polikultur udang vanname dan bandeng?
4.      Apa saja kendala dalam budidaya polikultur udang vaname dan bandeng?
5.      Bagaimana cara memanen dalam tambak polikultur udang vaname dan bandeng?
6.      Apa saja kelebihan serta kekurangan budidaya polikultur udang vaname dan bandeng?

1.3.            Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui manajemen wadah budidaya polikultur
2.      Untuk mengetahui manajemen kualitas air tambak polikultur udang vaname dan bandeng
3.      Untuk mengetahui manajemen pakan yang baik dalam tambak polikutur udang vaname dan bandeng
4.      Untuk mengetahui kendala dalam budidaya polikultur udang vaname dan bandeng
5.      Untuk mengetahui cara memanen dalam tambak polikultur udang vaname dan bandeng
6.      Untuk mengetahui kelebihan serta kekurangan budidaya polikultur udang vaname dan bandeng


II.               TINJAUAN PUSTAKA

2.1.     Biologi Ikan
2.1.1.  Biologi Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)
Crustacea adalah hewan akuatik yang terdapat di air laut dan air tawar. Kata crustacea berasal dari bahasa latin yaitu kata crustace yang berarti cangkang yang keras. Ilmu yang mempelajari tentang crustacean adalah karsinologi. Jumlah udang di perairan seluruh dunia di perkirakan sebanyak 343 spesies yang potensial secara komersil. Dari jumlah itu 110 spesies termasuk didalam family Penaidae. Udang digolongkan ke dalam filum Arthropoda dan merupakan filum terbesar dalam kingdom animalia. Menurut Effendi (2006),udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Sub kingdom   : Metazoa
Filum               : Arthropoda
Sub filum        : Crustacea
Kelas               : Malacostraca
Sub kelas         : Eumalacostraca
Super ordo      : Eucarida
Ordo                : Decapoda
Sub ordo         : Dendrobranchiata
Famili              : Penaeidae
Genus              : Litopenaeus
Spesies            : Litopenaeus vannamei

Gambar 1.Udang vanname (Litopenaeus vannamei)

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di sebut juga dengan udang putih yang merupakan sumber daya ikan golongan Crustacea. Udang ini merupakan spesies asli dari perairan Amerika Tengah. Udang vannamei digolongkan ke dalam genus Penaid pada filum Artrhopoda. Terdapat ribuan spesies dari filum ini, namun yang mendominasi perairan berasal dari subfilum Crustacea. Ciri ciri subfilum Crustacea, mamiliki 3 pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit. Genus penaeus yang ditandai dengan adanya gigi pada bagian atas dan bawah rostrum juga ditandai dengan hilangnya bulu cambuk (satae) pada tubuhnya. Secara khusus udang ini memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagian ventral dan 8-9 gigi pada tepi rostrum bagian dorsal. Subgenus Litopenaeus, yang ditandai dengan adanya organ seksual (thelycum) yang terbuka tanpa adanya tempat penampung sperma pada spesies betina.
Menurut Zulkarnain (2011), bahwa secara umum tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan bagian dada (Cephalothorax) dan bagian tubuh sampai ekor (Abdomen). Bagian cephalothorax terlindung oleh kulit chitin yang disebut carapace. Bagian ujung cephalotorax meruncing dan bergerigi yang disebut rostrum. Udang vannamei memiliki 2 gerigi di bagian ventral rostrum sedangkan di bagian dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gerigi. Tubuh udang vannamei beruas-ruas dan tiap ruas terdapat sepasang anggota badan yang umumnya bercabang dua atau biramus. Jumlah keseluruhan ruas badan udang vannamei umumnya sebanyak 20 buah. Cephalotorax terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas dibagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Ruas I terdapat mata bertangkai, sedangkan pada ruas II dan III terdapat antenna dan antennula yang berfungsi sebagai alat peraba dan pencium. Pada ruas ke III terdapat rahang (mandibula) yang berfungsi sebagai alat untuk menghancurkan makanan sehingga dapat masuk ke dalam mulut.




2.1.2. Biologi Ikan Bandeng
Menurut Nelson (2006), klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos) adalah sebagai berikut :
Kingdom          : Animalia
Phylum            : Chordata
Sub phylum     : Vertebrata
Class                 : Pisces
Sub class          : Teleostei
Ordo                : Malacopterygii
Family              : Chanidae
Genus               : Chanos
Species             : Chanos chanos
Gambar 2. IkanBandeng(Chanos chanos)

Ikan Bandeng mempunyai ciri-ciri seperti badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik,  mulut kecil terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus). Sirip punggung terletak jauh di belakang tutup insang dan sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventrial fin), sirip anus (anal fin) terletak jauh di belakang sirip punggung dekat dengan sirip ekor (caudal fin) berlekuk simetris. Ikan Bandeng (Chanos chanos) dapat tumbuh hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng (Chanos chanos) yang biasa disebut nener yang biasa ditangkap di pantai panjangnya sekitar 1 -3 cm, sedangkan gelondongan berukuran 5-8 cm.
Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009), ikan bandeng mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat, mineral lemak dan asam amino yang bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia.

2.2.Habitat
2.2.1.      Habitat Udang Vanname (Litopenaeus vanname)
Di alam, populasi udang vannamei dapat ditemukan di Pantai Pasifik Barat,sepanjang Peru bagian Utara, melalui Amerika Tengah dan Selatan sampai Meksikobagian Utara, yang mempunyai suhu air normal lebih dari 20° C sepanjang tahun.Udang vannamei hidup di habitat laut tropis. Udang dewasa hidup dan memijah dilaut lepas dan larva akan bermigrasi dan menghabiskan masa larva sampai post larvadi pantai, laguna atau daerah mangrove. Secara umum, udang Penaeid membutuhkankondisi lingkungan dengan suhu berkisar antara 23-32° C, kelarutan oksigen lebihdari 3 ppm, pH 8 dan salinitas berkisar antara 10-30 ppt. Udang vannamei sangat toleran dan dapat bertahan hidup pada suhu yangrendah (di bawah 15° C), walaupun pertumbuhannya akan sedikit terganggu. Sifat inimemungkinkan budidaya udang ini di musim dingin. Namun, pertumbuhan terbaikdicapai pada suhu berkisar antara 23-30°C, dengan pertumbuhan optimum pada suhu30° C untuk udang muda (dengan berat rata-rata satu gram) dan suhu 27° C untukudang yang lebih besar (12-18 gram)Udang vannamei juga mempunyai kisarantoleransi yang tinggi terhadap salinitas. Udang ini mampu hidup pada salinitas yangberkisar antara 0,5-45 ppt (Brown, 1991 dalam Zakaria, 2010)
Menurut Murachman et al., (2010) menyatakan bahwa model budidaya polikultur terdiri dari enam komponen yaitu penentuan lokasi tambak, persiapan tambak, pemeliharaan, panen, kelembagaan sosial dan kelembagaan ekonomi. Masing-masing komponne tersebut saling berhubungan. Budidaya sistem polikulture terdapat tiga faktor yang mendukung penentuan lokasi kolam, yaitu jenis tanah di atas kolam, sumber air tawar, sumber air laut, dan keberadaan hutan mangrove. Kualitas dan kesuburan air cukup baik dan berada pada kisaran standard kualitas air untuk tambak.

2.2.2. Habitat Bandeng (Chanos chanos)
Menurut Ahmad dan Ratnawati (2002), ikan Bandeng di alam bebas hidup di laut, telurnya di temukan pada jarak 8 – 26 Ion dari pantai pada laut yang dalamnya lebib dari 40 in, telurnya terapung melayang dekat permukaan air. Memijah diwaktu malam sekitar 20.00 – 22.00 dan telurnya menetas sesudah 24 jam. Larva ikan bandeng dalam pertumbuhannya mendekati pantai dan diketemukan dua kali setahun di dekat pantai – pantai yang berpasir ditempat – tempat tertentu. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makanan di daerah pennuk-aan dan sering di jumpai di perairan dekat pantai atau daerah litoral. Secara geografis ikan ini hidup di daerah tropis maupun sub-tropis antara 300 – 400 LS dan antara 400 BT – 1000 BB. Ikan ini suka hidup bergerombol dalam kelompok kecil antara 10 – 20 ekor. Berenang di permukaan perairan pantai terutama pada saat air pasang.
Wilayah pesisir merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu dan subur, sehingga memiliki daya tarik yang besar sebagai tujuan wisata dan pengembangan kegiatan perikanan serta tujuan lain yang menghasilkan banyak keuntungan finansial. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir adalah usaha perikanan budidaya di tambak untuk udang, dan ikan bandeng. Pembudidayaan ikan merupakan kegiatan memelihara, membesarkan dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Pembudidayaan ikan dapat dilakukan secara polikultur yaitu pembudidayaan ikan lebih dari satu jenis secara terpadu. Budidaya polikultur terpadu dan sinergis saat ini banyak ditelitidan dikaji karena dapat meningkatkan kulitas air. Diintegrasikannya kedalam kegiatan polikultur udang vanname (Litopenaeus vanname) dan ikan bandeng (Chanos-chanos Forskal) secara terpadu. Pada umumnya pembudidayaan secara tradisional selalu mengedepankan luas lahan, pasang surut, intercrop dan tanpa pemberian makanan tambahan sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan harus tersedia secara alami dalam jumlah yang cukup. Sedangkan ikan bandeng sebagai pemakan plankton merupakan pengendali terhadap kelebihan plankton dalam perairan. Kotoran udang, ikan bandeng dan bahan organik lainnya merupakan sumber hara yang dapat dimanfaatkan olehfitoplankton untuk pertumbuhan. Hubungan yang ini dapat menyeimbangkan ekosistem perairan (Murachman et al., 2010).
Menurut Habitat Kholifah et al.(2008), udang vanname dan ikan bandeng dalam sistem polikulture sangat berkesinambungan. Hal ini disebabkan kedua jenis spesies tersebut memiliki habitat hidup dan kebiasaan makan yang berbeda. Ikan bandeng pada stadia gelondongan hidupnya di kolom perairan yang menyebabkan pergerakkannya luas, aktif kedasar perairan untuk mencari makanan (klekap dan plankton) pada siang hari dengan mengandalkan kemampuan penglihatannya. Sedangkan udang windu stadia gelondonganhidupnya di dasar perairan yang pergerakkannya dipengaruhi oleh luasan lahannya dan adanya pergerakan ikan bandeng untuk mencari makanan didasar sehingga mempengaruhi ruang gerak udang windu. Sistem polikultur ini dilakukan di lahan tambak dengan ukuran tambak.

2.3.            Siklus Hidup
2.3.1.      Siklus Hidup Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Udang vannamei adalah udang asli dari perairan Amerika Latin yang kondisi iklimnya subtropics. Di habitat alaminya suka hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter. Udang vannamei bersifat nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Proses perkawinan pada udang vannamei ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan, udang jantan mengeluarkan sperma, sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung kira-kira satu menit. Menurut Brown (1991) dalam Zakaria (2010) menyatakan bahwa sepasang udang vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan telur sebanyak 100.000-250.000 butir. Telur dapat menetas berkisar antara 18-24 jam pada suhu 28° C.
Siklus hidup udang vannamei sebelum ditebar di tambak yaitu stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia post larva. Stadia nauplius adalah stadia yang pertama setelah telur menetas. Stadia ini memiliki lima sub stadia. Larva berukuran antara 0,32-0,58 mm, sistem pencernaannya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur (Haliman dan Adijaya, 2005).
Stadia zoea terjadi berkisar antara 15 – 24 jam setelah stadia nauplius. Larva sudah berukuran antara 1,05 – 3,30 mm (Haliman dan Adijaya, 2005). Stadia zoea memiliki tiga sub stadia, yang ditandai dengan tiga kali molting. Tiga tahap molting atau tiga sub stadia itu disebut dengan zoea 1, zoea 2 dan zoea 3. Stadia ini, larva sudah dapat makan plankton yang mengapung dalam kolom air. Tubuh akan semakin memanjang dan mempunyai karapaks. Dua mata majemuk dan uropods juga akan muncul (Brown, 1991). Lama waktu dari stadia ini menuju stadia berikutnya berkisar antara 4-5 hari (Haliman dan Adijaya, 2005).
Siklus hidup udang Vannamei dapat di lihat pada gambar berikut.
Gambar Siklus hidup udang vanammei
Stadia mysis memiliki durasi waktu yang sama dengan stadia sebelumnya dan memiliki tiga sub stadia, yaitu mysis 1, mysis 2 dan mysis 3. Perkembangan tubuhnya dicirikan dengan semakin menyerupai udang dewasa serta terbentuk telson dan pleopods. Benih pada stadia ini sudah mampu berenang dan mencari makanan, baik fitoplankton maupun zooplankton.Saat stadia post larva (PL), benih udang sudah tampak seperti udang dewasa. Umumnya, perkembangan dari telur menjadi stadia post larva dibutuhkan waktu berkisar antara 12-15 hari. PL I berarti post larva berumur satu hari. Stadia ini, udang sudah mulai aktif bergerak lurus ke depan dan sifatnya cenderung karnivora. Umumnya, petambak akan melakukan tebar dengan menggunakan udang yang sudah masuk dalam stadia antara PL10-PL15 yang sudah berukuran rata-rata sepuluh millimeter (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.3.2.      Siklus Hidup Bandeng (Chanos chanos)
Siklus hidup bandeng di mulai dari telur yang menetas menjadi larva  (pro - larva dan post - larva), benih bandeng atau juvenil, dan bandeng dewasa. Menurut Ahmad dan Ratnawati (2002), telur bandeng biasanya terbawa arus ke arah pantai yang dihasilkan dan pemijahan dari induk bandeng di perairan pantai. Larva bandeng merupakan bagian dari komunitas plankton di laut lepas yang kemudian hidup dan berkembang. Habitat larva bandeng berada di perairan pantai berpasir, beralrjermh dan banyak mengandung plankton.
Berdasarkan siklus hidupnya benih bandeng yang tertangkap didalam perairan pantai telah mencapai umur tiga — empat minggu, berdasarkan dari pengamatan dari benih yang di hasilkan dari pembenihan dan di bandingkan dengan benih tangkapan di slam di perkirakan benih bandeng yang di tangkap di daerah pantai pada musimnya telah mencapai usia 21 — 25 hari. Larva yang berumur lebih 20 hari di sebut benih. Habitat benih di perairan pantai berkarang atau pasir yang kadang — kadang di tumbuhi vegetasi campuran atau mangrove yang subur. Benih bandeng hidup diperairan berlumpur yang sedikit mengandung lumut, sedangkan induk bandeng biasanya berumur lebih dari empat tahun dan panjang total 70 — 150 cm hidup diperairan pantai karang didaerah pantai sampai perairan laut dalam (Giri et al, 1986 dalam Mas’ud, 2011).

III.           PEMBAHASAN

3.1.       Manajemen Wadah Budidaya Polikutur Udang Vanname dan Ikan Bandeng
Persiapan tambak mempunyai arti bagi kunci keberhasilan dalam budidaya tambak secara polikultur. Persiapan tambak meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Persiapan dasar tambak
Setelah panen, air tambak dibuang dan jika banyak endapan lumpur hitam dan tanah dasar tambak yang membusuk maka perlu diadakan pemompaan dan pencucian dasar tambak. Tambak adalah lahan buatan yang kemudian di isi air payau (campuran air tawar dan laut) dan difungsikan untuk budidaya ikan. (Jamaluddin et al., 2013). Tambak merupakan salah satu habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir  (Wulandari, 2014). Menurut Martosudarmo dan Ranoemihardjo (1992) dalam Wulandari (2014), tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut.
2.  Pengeringan dasar tambak
Setelah pembersihan tanah dasar tambak dilakukan, maka tanah dasar tambak tersebut di jemur / dikeringkan terlebih dahulu selama 7 – 14 hari sampai retak-retak (tergantung cuaca). Kemudian dilanjutkan dengan pembalikan tanah (dicangkul) lebih kurang 10 – 20 cm, selanjutnya tanah dasar dikeringkan lagi untuk mencegah proses perombakan dan produksi H2S secara anaerob.Guna mempermudah pengeringan, dasar tambak dibuat dengan kemiringan 0,1 % kearah pintu pembuangan air, sedang dasar pintu air dibuat 15 cm di atas saluran pembuangan. Hal ini terutama pada tambak-tambak yang pengelolaan airnya mengandallkan potensi pasang surut dan gaya gravitasi. Pengeringan tanah dasar tambak bertujuan untuk mempercepat proses oksidasi bahan-bahan organik dan pelepasan gas-gas beracun (NH3 dan H2S) serta untuk memberantas hama dan memperbaiki struktur tanah.
3. Pengapuran
Keasaman tanah dalam budidaya tambak yang optimum dalam budidaya udang dan ikan bandeng adalah pH tanah danah sekitar 7,0 – 8,0. Pengapuran harus dilakukan apabila pH tanah dasar tambak kurang dari enam (tanah berlumpur). Jenis kapur yang digunakan adalan Kaptan ( kapur pertanian ) dengan dosis 500 – 1.500 kg/Ha. Setelah kapur tersebut ditebar merata kedasar tanah tambak, maka tanah dasar tambak tersebut dibiarkan terjemur selam kurang lebih satu minggu.
Menurut Handaryono dan Abdul (2014), konstruksi tambak yang ada di UPT PBAP Bangil dalam budidaya polikultur merupakan jenis tambak tanah. Hal ini dikarenakan tambak tanah akan lebih mudah menumbuhkan pakan alami. Tambak pembesaran polikultur ikan bandeng dan udang vannamei ada di tambak unit 1 sebanyak 3 buah tambak yaitu tambak RP.1, tambak RP.2 dan tambak RP.3 dimana masing-masing seluas 7.067 m2, 8.600 m2, dan 3.800 m2 dengan keadaan tanahnya berupa tanah lempung. Pematang tambak berbentuk trapesium dengan kemiringan berkisar antara 1:2, lebar atas 2-3 m dan lebar bawah 4-5 m serta tingginya berkisar antara 1,5-2,0 m. Ukuran lebar caren berkisar 4-6 m dengan kedalaman 40-60 cm dari dasar pelataran. Sedangkan pelataran merupakan dasar tambak yang berfungsi untuk tempat tumbuhnya makanan alami seperti klekap, ganggeng, sutran, diatom, dan jasad renik lainnya. Dasar pelataran dibuat rata dengan keadaan miring ke arah pintu air. Ketinggian air diatas pelataran berkisar antara 70-100 cm. Lebar kanal pada area tambak ini 5 m dengan kedalaman air 20 cm. Terdapat 2 jenis pintu air yang ada di tambak yaitu pintu pemasukkan ( inlet ) dan pintu pengeluaran ( outlet ). Pintu air ini dibuat dari beton dengan lebar 1 m, panjang 4 m dan tinggi 1,5-2,0 m. Pada sisi utama pintu air diletakkan papan yang diberi jaring (waring) dengan posisi mengelilingi beton agar ketika pemasukan air, tidak ada organisme liar yang ikut masuk.

3.2.       Manajemen Kualitas Air
3.2.1. Parameter Kualitas Air
Kualitas air merupakan sesuatu yang penting dalam budidaya ikan baik di kolam air tawar maupun kolam air payau. Penurunan produksi udang banyak disebabkan oleh penurunan kualitas air. Ikan bandeng sebagai pemakan plankton baik plankton yang berguna maupun yang tidak berguna merupakan pengendali terhadap kelebihan plankton di perairan (Murachman et.al., 2010). Kualitas air tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan udang vannamei secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak perlu diperiksa dengan seksama. Beberapa parameter kualitas air selama budidaya harus terus diamati. Kualitas air tambak terkait erat dengan kondisi kesehatan udang. Kualitas air yang baik mampu mendukung pertumbuhan secara optimal. Hal itu berhubungan dengan faktor stress udang akibat perubahan parameter kualitas air di tambak. Beberapa parameter kualitas primer yang harus selalu dipantau yaitu suhu air, salinitas air, pH air, kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO), dan ammonia. Parameter-parameter tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh udang, seperti keaktifan mencari pakan, proses pencernaan dan pertumbuhan udang.
Tabel 1. Parameter Kualitas Air Tambak
Parameter
Metode atau Alat Uji
Waktu Uji
Angka Referensi
Fisika
Suhu
Thermometer
Pagi dan sore hari
26-30ºC
Ph
pH meter, kertas Ph
Pagi dan sore hari
7,5-8,5
Salinitas
Refractometer
Pagi dan sore hari
15-30 ppt
DO
DO meter
02.00-05.00
≥ 3 ppm
Kecerahan
Secchi disk
Siang atau sore
≤ 30 cm
Kimia
Nitrit
Test kit
Siang atau sore, 2-3 hari sekali
≤ 0,1 ppm
Fosfat
Test kit
Siang atau sore, seminggu sekali
1-3 ppm
Alkalinitas
Titrasi asam-basa
Siang atau sore
≥ 150 ppm
Besi (Fe)
Test kit
2-3 hari sekali
≤ 1 ppm
H2S
Spektrofotometer
Berkala seminggu sekali
≤ 7 ppb
Biologi
Jumlah vibrio pathogen
Hitungan cawan
2-3 hari sekali
≤ 1.000 cfu/ml

1.             Suhu Air
Suhu optimal pertumbuhan udang antara 26-32ºC. jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat. Imbasnya kebutuhan oksigen terlarut meningkat. Itu berarti penambahan kincir air perlu dilaukan yang berarti menambah biaya produksi. Pada suhu air dibawah 25ºC, umumnya terjadi saat masa-masa peralihan  musim antara Juni-Agustus, udang sudah kurang aktif mencari pakan.
Pengelolaan Air :
A.           Air pekat : Pergantian air diperbanyak
B.            Kecerahan air tinggi
a.    Pergantian air diperjarang
b.    Lakukan pemupukan
C.            Air drop (kualitas menurun)
a.    Masukkan plankton sebanyak mungkin
b.    Lakukan pemupukan
2.             Salinitas dan pH air
Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang muda yang berumur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhannya dapat optimal. Setelah umurnya lebih dari 2 bulan, pertumbuhan relative baik pada kisaran salinitas 5-30 ppt. Pada kondisi tertentu, sumber air tambak dapat menjadi hipersalin atau berkadar garam tinggi (di atas 40 ppt). Hal ini sering terjadi pada musim kemarau.
 pH merupakan parameter air untuk mengetahui derajat kesamaan. Air tambak memiliki pH ideal antara 7,5-8,5. Umumnya, perubahan pH air dipengaruhi oleh sifat tanahnya. Sebagai contoh, tanah yang mengandung pirate menyebabkan pH air asam antara pH 3-4. Umumnya, pH air tambak pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari. Penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya, pada pagi hari CO2 melimpah sebagai hasil pernapasan udang.
3.             Kandungan oksigen terlarut (DO)
Kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) sangat mempengaruhi metabolism tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4-6 ppm. Pada siang hari, tambak akan memiliki angka DO yang cenderung tinggi karena adanya proses fotosintesis plankton yang menghasilkan oksigen. Keadaan berbalik saat malam hari. Pada saat itu plankton tidak melkukan proses fotosintesis, bahkan membutuhkan oksigen sehingga menjadi competitor bagi udang dalam mengambil oksigen. Upaya untuk meningkatkan angka DO dilakukan dengan pemakaian kincir air. Sebagai panduan, tambak seluas 0,25 ha membutuhkan 4-6 kincir air. Kincir air berfungsi sebagai penyuplai oksigen dan membuat arus untuk mengumpulkan kotoran ditengah tambak sehingga memudahkan proses penyiponan tambak. Tambak yang bersih membuat tempat makan (feeding area) udang vannamei menjadi lebih luas.
4.             Amonia
Amonia merupakan hasil eksresi atau pengeluaran kotoran udang yang berbentuk gas. Selain itu, ammonia bisa berasal dari pakan yang tidak termakan oleh udang vannamei sehingga larut dalam air. Ammonia akan mengalami proses nitrifikasi dan denitrifikasi sesuai dengan siklus nitrogen dalam air sehingga menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Salah satu cara meningkatkan jumlah bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi yaitu dengan aplikasi probiotik yang mengandung bakteri yang dibutuhkan. Namun demikian, harus diperhatikan jenis probiotik yang akan digunakan karena setiap jenis bakteri memiliki fungsi dan membutuhkan persyaratan hidup yang berbeda.
  
3.2.2.   Pengaruh Kualitas Air
            Kandungan salinitas air terdiri dari garam-garam mineral yang bermanfaat. Kalsium berfungsi mempercepat pengerasan kulit udang setelah moulting. Kisaran salinitas air tambak untuk budidaya udang vannamei supaya pertumbuhannya optimal yaitu 15-30 ppt. Salinitas air tambak di atas 30 ppt bisa mengganggu pertumbuhan udang vannamei. Salinitas yang terlalu tinggi juga bisa menyebabkan kesulitan udang untuk berganti kulit karena kulit cenderung keras, kebutuhan energi untuk proses adaptasi meningkat, lumutan pada karapak, dan mudah terserang white spot pada musim kemarau.
            Suhu air berhubungan dengan nafsu makan dan proses metabolism udang. Bila suatu lokasi tambak mempunyai mikroklimat berfluktuatif, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas air. Misalnya pada musim kemarau (puncak antara Juli-September) suhu air menurun hingga kurang dari 24ºC. Pada kondisi itu nafsu makan udang dapat menurun.
            Tingkat kekeruhan air mempunyai dampak positif dan negatif terhadap udang, terutama sumber pakan. Misalnya kerang hijau dapat hidup normal pada tingkat kekeruhan yang tinggi. Bahan organic yang menumpuk dalam jumlah banyak merupakan sarang bakteri dan vibrio yang sangat merugikan bagi budidaya udang vannamei. Bila sumber air yang digunakan mengandung material organic akibat limbah dari darat maka secara tidak langsung akan berdampak buruk. Tingkat kekeruhan air tambak yang tinggi sering terjadi pada musim penghujan. Di saat itu material yang terbawa dari darat bisa berbentuk cair, padat, dan gas (Haliman dan Adijaya, 2005).
3.3.       Manajemen Pakan
Pakan merupakan salah satu fakor yang penting dalam usaha budidaya. Pakan harus selalutersedia agar kultivan yang dibudidayakan dapat bertahan hidup. Selain untuk dapat bertahan hidup, pemberian pakan pun dimaksudkan agar kultivan dapat tumbuh dengan cepat dan sehat. Menurut Nuhman (2008), pakan merupakan sumber nutrisi yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Nutrisi digunakan oleh udang vannamei sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Secara alami udang tidak mampu mensintesis protein dan asam amino, begitu pula senyawa anorganik.Oleh karena itu asupan protein dari luar dalam bentuk pakan buatan sangat dibutuhkan.
Pemberian pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan kultivan yang dibudidayakan. Pemberian pakan yang sesuai takaran dan frekuensinya akan memberikan efek yang baik bagi perkembanagan kultivan. Takaran pakan yang diberikan disesuaikan dengan stadia kultivan. Menurut Suwoyoet al. (2010), Pemberian pakan yang tepat baik kualitas maupun kuantitas dapat memberikan pertumbuhan yang optimum bagi udang. Pemberian pakan dalam jumlah yang berlebihan akan meningkatkan biaya produksi dan pemborosan serta menyebabkan sisa pakan yang berlebihan yang berakibat pada penurunan kualitas air sehingga berpengaruh pada pertumbuhan dan sintasan udang.
Stadia mempengaruhi pemberian pakan terutama dalam ukuran pakan yang akan diberikan. Ukuran pakan harus disesuaikan dengan bukaan mulut dari kutivan. Pakan yang terlalu besar ukurannya akan sulit dikonsumsi oleh kultivan sehingga dalam menimbulkan kerugian. Menurut Panjaitan et al. (2014), ketidaksesuaian ukuran pakan yang diberikan akan mengakibatkan kegagalan dalam pemangsaan awal oleh larva sehingga kebutuhan nutrisi larva tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan kualitas larva menjadi kurang baik.
Setiap kultivan budidaya memiliki kebiasaan yang berbeda, begitu juga dengan atraktan apa yang dapat mencuri perhatian kultivan tersebut. Atraktan pada pakan dapat berbagai macam disesuaikan dengan kultivan. Kultivan yang mudah tertarik pada warna pakan yang diberikan harus menggunakan warna yang disukai kultivan, kultivan yang tertarik pada bau pakan maka komposisi pakan harus diperhatikan agar menimbulkan aroma yang disukai kultivan. Menurut Nuhman (2008), udang vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (seta). Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan.
Pada kegiatan budidaya pakan diberikan sejak larva sudah tidak memiliki kuning telur. Pada stadia ini pakan yang diberikan sebagian besar merupakan pakan alami. Pakan alami dipilih karena ukurannya yang dapat menyesuaikan dengan bukaan mulut larva yang sangat kecil.Sedangkan pakan buatan masih sangat sulit untuk dibuat menyerupai pakan alami tersebut. Namun, saat ini tidak mudah mendapatkan pakan alami karena belum banyak yang membudidayakan. Menurut Panjaitan et al. (2014), budidaya udang vaname tersebut dihadapkan pada masalah rendahnya kualitas benur karena pemberian pakan yang tidak sesuai, baik jenis, ukuran maupun kandungan nutrisinya. Fitoplankton merupakan pakan alami yang sangat memegang peranan penting sebagai dasar pemenuhan nutrisi pada awal kehidupan larva udang vaname, sehingga penelitian beberapa jenis fitoplankton yang diberikan kepada larva perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi beberapa jenis fitoplankton sebagai pakan alami yang paling memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan (growth rate) dan sintasan (survival rate) larva udang vaname (Litopenaeusvannamei). Sampai saat ini pakan alami masih merupakan pakan utama untuk larva ikan laut dan krustacea yang belum dapat digantikan kualitas nutrientnya secara lengkap oleh pakan buatan.
Pemanfaatan pakan dapat dibantu dengan pemberian probiotik. Pemberian probiotik ini dimaksudkan agar kultivan dapat mencerna lebih baik pakan yang diberikan. Probiotik pun perberan dalam penguraian pakan yang tidak termakan sehingga dapat mengurangi pencemaran. Menurut Suwoyoet al. (2010), probiotik didefinisikan sebagai segala bentuk akan tambahan berupa sel mikroba utuh (tidak harus hidup) yang menguntungkan bagi hewan inangnya melalui cara menyeimbangkan kondisi mikrobologis inang, memodifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunias mikroba lingkungan hidupnya, meningkatkan pemanfaatan nutrisi pakan atau meningkatkannya nutrisinya, meningkatkan respons kekebalan inang terhadap pathogen atau memperbaiki kualitas lingkungan.
Pakan alami yang diberikan pada udang vannamei dapat berbagai macam. Pembudidaya biasa memberikan satu jenis pakan alami untuk udang vannamei. Pemberian pakan alami dapat berbeda disesuaikan dengan stadia larva. Menurut Panjaitan et al. (2014), larva udang vaname yang diberikan fitoplankton campuran mempunyai nilai nutrisi lebih baik karena terdapat dua jenis sumber nutrisi dibandingkan dengan pemberian fitoplankton satu jenis saja.
Pemanfaatan pakan dapat dipengaruhi oleh lingkunagan budidaya terutama kualitas air. Kualitas air yang tidak sesuai dengan udang vannamei dapat menyebabkan efisiensi pemanfaatan pakan pada udang vannamei. Menurut Kaligis (2015), kualitas air harus selalu dijaga agar kultivan dapat memiliki efisiensi pemanfaatan yang tinggi. Menurut pertumbuhan vaname pada salinitas 15 ppt lebih tinggi bila diberi pakan buatan dengan kadar protein 50 % dibandingkan pakan buatan dengan kadar protein 30%. Adanya peningkatan kadar protein dan kalsium pakan juga memberikan respons terhadap frekuensi ganti kulit.

3.4.       Kendala Budidaya Polikultur Udang vanname dan Bandeng
Budidaya udang vanamei yang saat ini tengah mengalami perkembangan dengan cukup pesatnya, seperti halnya dengan menggunakan system polikultur bersamaan dengan ikan bandeng (Chanos chanos). Perkembangan budidaya udang vanamei secara polikultur terfokus dalam hal teknik pembudidayaan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sehingga penghasilan pembudidaya udang vannamei  dapat terus meningkat ditiap masa panennya. Beberapa permasalahan yang saat ini timbul dengan penggunaan metode atau teknik budidaya yang super intensif dengan dibarengi pembudidayaan bandeng yang dipolikulturkan adalah meningkatnya keberadaan pakan alami berupa klekap di perairan tambak yang mengalami blooming atau keberadaannya yang berlebihan.  Dampak yang akan diakibatkan dari terjadinya blooming adalah berupa ketersediaan oksigen terlarut ditambak pada malam hari sangatlah minim dan berpotensi menimbulkan penyakit pada udang. Menurut Rantetondok (2011), penyakit pada udang menyebabkan kerugian yang sangat besar pada usaha budidaya udang. Walaupun teknologi untuk mengurangi dampak penyakit sudah berkembang namun beberapa penyakit pada udang masih sukar diatasi. Berikut adalah beberapa kendala yang ada dalam budidaya udang vanamei secara polikultur dengan kultivan bandeng :
1.      Perhitungan padat tebar udang dan bandeng yang kerap tidak sebanding, hal ini berbeda ketika bandeng dipolikulturkan dengan udang windu, sebab udang ini memiliki kebiasaan hidup didasar perairan tambak, berbeda dengan udang vanamei yang memiliki kebiasaan hidup di kolom air dan dasar periran.
2.      Penyediaan pakan dari kultivan yang harus sesuai dengan karakteristik masing-mmasing kultivan, sehingga hal ini dapat menjadi kendala dalam hal tenaga yang dikeluarkan akan jauh lebih besar disbanding budidaya non-polikultur.
3.      Kendala ketiga adalah meningkatnya hasil fases di tambak, hal ini dapat meningkatkan proses dekomposisi bahan anorganik. Proses dekomposisi ini tentunya membutuhkan oksigen dalam keberlangsungannya, sehingga dapat menurunkan oksigen diperairan dan hasil dekomposisi berpotensi untuk meracuni kultivan baik itu udang maupun ikan bandeng.
4.      Kendala keempat adalah dalam hal pemanenan, tentunya diperlukan tenaga dan alat tambahan yang nantinya digunakan untuk memanen udang vanamei dan ikan bandeng yang sudah siap dipanen, sehingga akan berimbas pada peningkatan cost operasional.

3.5.  Kelebihan dan kekurangan Sistem Polikultur
Kelebihan
Produksi Budidaya polikultur udang vaname dan ikan bandeng dalam teknologi Ekstensif dapat memberikan keuntungan yaitu :
·         Dapat menghasilkan produk sampingan dari hasil Budidaya udang Vanammei dan Ikan Bandeng
·         Mengahasilkan panen antara lain 2 Kultivan yaitu Ikan Bandeng danUdang
·         Biasanya pada budidaya sistem Budidaya Ekstensif, pembudidaya tidak memfokuskan untuk member pakan buatan karena Ikan dan Udang mengkonsumsi pakan alami yang ada di tambak tersebut
·         Manajemen waktu dan pemasarannya lebih dapat terkendali dan dapat diatur
·         Produk Udang / ikan yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan terjaga mutunya karena diakibatkan sistem managemen budidayanya yang lebih dioptimalkan dan dijaga

Kekurangan
   Produksi Budidaya polikultur udang vaname dan ikan bandeng dalam teknologi Ekstensif dapat memberikan kekurangan yaitu :
·      Budidaya ekstensif yang memiliki luas wilayah yang lumayan terbilang cukup kecil dapat mengakibtkan Produktivitas yang rendah.
·      Budidaya polikultur Bandeng dan vannamei air pematang dibiarkan masuk kedalam kolam tambak sehingga kemungkinan kultivan yang lain dan predator dapat masuk dan mengganggu kultivan yang dibudidayakan
·      Budidaya teknologi ekstensif biasanya memiliki keuntungan yang sedikit dan mengakibatkan Analisa Usaha yang tidak memperoleh keuntungan yang signifikan dalam Budidaya yang baik.
·      Produksi yang lebih kecil daripada Sistem budidaya yang lainnya.
·      Memiliki kandungan kualitas air yang kurang baik dan tidak ramah lingkungan bila kualitasairnya tidak dijaga dengan baik.

3.6.       Panen
3.6.1. Pemanenan
Panen dilakukan secara bertahap karena waktu yang berbeda. Panen udang vaname dilakukan pada saat umur tiga bulan, sedangkan panen ikan bandeng dilakukan pada saat  umur lima bulan. Panen udang vaname dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan prayang dan panen ikan bandeng dilakukan dengan menggunakan jaring biasanya ukuran konsumsi yaitu untuk udang vaname antara 20 – 30 ekor/kg dan ikan bandeng 3 – 4 ekor/kg. Teknik pada saat pemanenan berupa caranya berupa penyurutan air didalam tambak secara perlahan-lahan hingga air dalam tambak tinggal dicaren saja. Pemanenan dapat pula dilakukan dengan alat jaring yang ditarik sepanjang caren, dan selanjutnya diadakan penangkapan. Hal ini diperkuat oleh Murrachman et al., (2010), yang menyatakan bahwa panen udang vaname dilakukan dengan menggunakan prayang dan panen ikan bandeng dilakukan dengan menggunakan jaring.

3.6.2.  Pasca panen
Setelah baik udang vaname maupun ikan bandeng selesai ditangkap, maka tahapan berikutnya adalah pembersihan udang dan bandeng, setelah itu kita siapkan peti yang sudah berisi gumpalan es. Ikan dan udang dimasukkan kedalam peti tersebut, agar supaya kesegaran baik udang maupun ikan bandieng tetap terjaga, dan siap dipasarkan. Menurut Lubiset al., (2010) yang menyatakan bahwa Ikan akan rusak umumnya pada suhu 12-20oC, tergantung antara lain pada jenis ikan dan metoda penangkapannya. Ikan dari perairan yang lebih dingin, akan rusak kurang dari 2 hari jika disimpan pada suhu 20oC tetapi bisa sampai 5-6 hari jika disimpan pada suhu sekitar 5oC. Maka dari itu perlu dilakukan pengesan.



IV.           KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.       KESIMPULAN
Sistem budidaya Udang Vanname dan Ikan Bandeng secara polikultur dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip budidaya yang telah diterapkan, sehingga nantinya dapat memberikan keuntungan bagi pembudidaya antara lain ialah :
1.        Makanan alamiah seperti fitoplankton dan zooplankton  yang tersedia di kolam dapat dimanfaatkan oleh Udang Vanname dan Ikan Bandeng secara efektif sehingga tidak ada lagi makanan  yang terbuang sia-sia.
2.        Penggunaan lahan menjadi efisien karena dengan luas lahan yang sama dapat dipelihara jenis kultivan yang berbeda,yaitu Udang Vanname dan Ikan Bandeng.
3.        Secara keseluruhan produksi kolam akan meningkat karena jumlah kultivan yang dipelihara dalam satu kolam lebih banyak.
4.        Produksi tiap jenis kultivan akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil pemeliharaan monokultur.
5.        Kepadatan pada sistem polikultur sama atau lebih rendah bila dibandingkan dengan  monokultur.
6.        Keuntungan finansial yang diterima pembudidaya Udang Vaname dan Ikan Bandeng akan berdampak positif kepada peningkatan kesejahteraan pembudidaya serta dapat memenuhi kebutuhan pasar pada dua komoditas sekaligus.

4.2.       SARAN
Saran yang dapat di sampaikan adalah sebagai berikut:
1.             Sebaiknya dalam budidaya polikultur udang vaname dengan bandeng mampu memilih lokasi yang baik untuk budidaya.
2.             Sebaiknya dalam budidaya polikultur, pembudidaya harus mampu memanajemen pakan dan mengontrol kualitas air, sehingga produksi budidaya dapat mencapai hasil yang maksimal.



DAFTAR PUSTAKA

Afaf, Nafiah. 2004. Prospek Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Bandeng Di Desa Muara, Kecamatan Cimalaya Wetan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat (Skripsi). Ipb. Bogor.

Alboneh, Farhanah Hasan. 2007. Analisis Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Bandeng Di Desa Bipolo Kecamatan Sulamu Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur (Skripsi). Ipb. Bogor

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Ghufran, M. 2006. Pemeliharaan Udang Vanname. Gramedia. Surabaya.

Haliman, R.W. dan Adijaya, D. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.

Handaryono, P. Sasmito dan A. Rahem Faqih. 2014. Teknik Pembesaran Ikan Bandeng (Chanos chanos) Dengan Udang  Vannamei (Litopeanaeus vannamei) Secara Polikultur Tradisional Di Upt Pbap Bangil Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya.

Hendrajat E,A. Brata P,. Markus M. 2010. Polikultur Udang Vaname (Litopenaeus vannnamei) dan Rumput Laut (Gracilaria verrucosa). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi Selatan.

Jamaluddin, Akhbar Nur., Ika Ritniarsih Dan Wiwik Widyo Widjajanti. 2013. Perencanaan Dan Perancangan Pusat Pengembangan Budidaya Ikan Bandeng Tambak Di Sidoarjo. Jurnal Iptek Vol.17(1).

Kaligis, Erly. 2015. Respons Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Media Bersalinitas Rendah dengan Pemberian Pakan Protein dan Kalsium Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7 (1): 225-234.

Kholifah, U. Ninis, T. Is, Y. 2008. Pengaruh Padat Tebar yang Berbeda terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan pada Polikultur Udang Windu (Penaeus Monodon Fab)  dan Ikan Bandeng (Chanos Chanos) pada Hapa di Tambak Brebes - Jawa Tengah. 14 (2): 152-158.

Lubis, Ernani. Eko, S.R. dan Mareta Nirmalanti. 2010. Penanganan Selama Transportasi Terhadap Hasil Tangkapan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman : Aspek Biologi dan Teknis. Jurnal Mangrove Dan Pesisir (1): 1-7.

Mas’ud, F. 2011. Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp. pada Insang Benih Bandeng (Chanos chanos)di Tambak Tradisional, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3(1) : 27-39.

Murachman, N. Hanani, Soemarmo dan S. Muhammad. 2010. Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria sp.) Secara Tradisional. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1(1): 1-10.

Nelson, J. S. 2006. Fishes of the World. Fourth Edition. John Wiley and Sons. Inc., New York, USA.601.

Nuhman. 2008. Pengaruh Prosentase Pemberian Pakan terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Berkala Ilmiah Perikanan. 3 (1).

Panjaitan, Amyda Suryati,.Wartono Hadie, dan Sri Harijati. 2014. Pemeliharaan Larva Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei, Boone 1931) Dengan Pemberian Jenis Fitoplankton Yang Berbeda. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan. 1 (1).

Rangka, Nur Ansari Dan Andi Indra Jaya Asaad. 2010. Teknologi Budidaya Ikan Bandeng Di Sulawesi Selatan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Rantetondok, Alexander. 2011. Penyakit dan Parasit Budidaya Udang atau Ikan dan Pengendaliannya. Brilian Internasional. Surabaya.

Reksono, Bayu., Herman Hamdani dan Yuniarti MS. 2012. Pengaruh Padat Penebaran Gracilaria sp.Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Budidaya Sistem Polikultur. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3(3).

Suharyanto. Muhammad T. Abdul M. 2010. Budidaya Multitropik Udang Windu (Penaeus monodon) Rumput Laut (Gracilaria sp.) dan Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi Selatan.
Suwoyo, Hidayat Suyanto dan Markus Mangampa. 2010. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Tarsim. 2004. Pengaruh Penambahan Udang Putih (Penaeus vannamei) Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Udang Windu (Penaeus monodon) Pada Budidaya Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 3(3).

Tim Perikanan Wwf Indonesia. 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Pada Tambak Ramah Lingkungan. Versi 1.

Wulandari, Hesti Yunita.2014. Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng Di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten (Skripsi). Ipb. Bogor.

Zulkarnain, Muh Nur Fatih. 2011. Identifikasi Parasit yang Menyerang Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) di Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan. Gresik.

0 komentar:

Posting Komentar