Teknik Pengangkutan Benih

Jumat, 16 Maret 2018


            Umumnya petambak memasok bibit dari balai benih yang letaknya jauh dari tambak sehingga perlu dilakukan proses pengangkutan. Tokolan udang yang diangkut selama berjam-jam dengan kepadatan populasi tokolan yang tinggi, supplai oksigen yang terbatas serta tanpa pertukaran media air akan menyebabkan udang mudah mengalami stress. Mortalitas akibat vibriosis terjadi ketika udang (pada semua fase kehidupan) dalam kondisi stres. Penyakit kronis dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan menurunkan kualitas udang, sedangkan penyakit yang bersifat akut dapat menyebabkan kematian. Beberapa penyakit yang menyerang jenis udang penaied diakibatkan virus, bakteri, jamur, parasit, dan faktor abiotik lainnya.
            Menurut Tursina dan Sofyatuddin (2013), kepadatan populasi yang tinggi selama pengangkutan dimaksudkan untuk menghemat tempat atau wadah serta efisiensi pengangkutan. Telah dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh kepadatan dalam proses pengangkutan terhadap kelangsungan hidup benih udang windu (Panaeus monodon) PL-20, dengan waktu pengangkutan selama 8 jam. Tingkat kepadatan yang diuji pada penelitian tersebut adalah 1000; 1500; 2000; dan 2500 ekor/L. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa mortalitas benur yang cukup tinggi pada saat perhitungan baik sebelum maupun sesudah pengangkutan dan dinyatakan tidak terdapat pengaruh yang nyata antar perlakuan kepadatan pada taraf P>0,05. Untuk menindaklanjuti penelitian tersebut, maka perlu cari zat anti stres selain immunostimulan yang tepat dan ramah lingkungan untuk mempertahankan kondisi ketahanan tokolan udang windu PL 14-30 selama pengangkutan agar tidak mudah terserang penyakit dan menyebabkan kegagalan budidaya.
            Benur udang windu merniliki daya adaptasi yang peka terhadap kekurangan oksigen. Dengan demikian diperlukan penanganan khusus untuk mengangkutnyadari satu tempatke tempatlain. Dalam pengangkutan benur udang windu memerlukan Oksigen yang cukup, serta perlakuan yang hati-hati. Agar tingkat kematlan benur udang windu selama pengangkutan dapat ditekan sekecil mungkin, diperlukan tehnik pengangkutan yang baik dan benar.
Menurut LIPTAN (1993) Teknik pengangkutan benur udang windu :
Secara terbuka
a. Pengangkutan seeara terbuka dilakukan bila jarak pengangkutan dekat, kurang dari 1 jam. Wadah yang digunakan adalah ember dengan tidak diberi oksigen tambahan.
b. Gunakan air yang berasal dari tempat benur diarnbil. Alat angkut ember biasa.tidak diberi oksigen tambahan.
c. Kepadatan benur 25 ekor/liter
Sedangkan, menurut WWF (2014), secara tertutup pengangkutan benih dilakukan dengan cara:
a. Kantong plastik yang berukuran panjang 60 - 70 cm, lebar 28 - 30 cm, dan tebal 0,05 – 0.06 mm (SNI 7586-2010).
b. Kantong diisi oksigen 2/3 bagian sampai menggelembung, dan diisi air 1/3 bagian, sehingga dapat menampung benur 1000 ekor/liter. Untuk ukuran gelondongan,
kepadatan 250-500 ekor/liter
c. Menyiapkan kotak kardus styrofoam yang berisi pecahan-pecahan es kecil dalam kantong plastik kecil (jumlah es 10% dari jumlah air dalam kantong benur).
d. Masukkan kantong benur ke dalam kardus dengan hati-hati.
e. Suhu pengangkutan benur adalah 22-24 derajat Celcius selama perjalanan
maksimum 20 jam.
f. Benur yang baik memiliki angka kematian
di bawah 10%


Keterangan:
a = Kantong yang diikat bagian tengahnya.
b = Kantong rangkap dua
c = Kantong rangkap dua berisi air Iaut dan benur udang windu
d = Pemberian oksigen
e = Kantong yang sudah berisi benur udang dan oksigen
f = Kotak karton
g = Pengangkutan dengan jerigen
            Menurut LIPTAN (1993) pengangkutan benur udang windu dengan
jerigen pada dasarnya sarna dengan pengangkutan dengan menggunakan kantongplastik. Perbedaannya hanya pada eara pengisian oksigen. Caranya sebagai berikut:
a.       Sediakan jerigen sesuai dengan keperluan.
b.      Lobangi bagian atas jerigen dengan garis tengah kurang lebih 2 em sebanyak dua lobang
c.       Kemudian siapkan selang plastik yang bergaris tengah kurang lebih 2 cm sebanyak 2 potong. masing-masing berukuran panjang 30 cm, dan 60 cm.
d.      Kedua ujung selang disumbat dengan gabus dan bagian pinggir ujung selang dilobangi kecil-kecil secukupnya. masukkan selang yang di sumbat ke dalam jerigen.
e.       Jerigen diisi penuh air laut dan benur dimasukkan dengan kepadatan 200 ekor/liter
f.       Melalui selang pendek dipompakan oksigen, sehingga air dalam jerigen keluar melalui selang panjang. Air yang dikeluarkan kira-kira 1/3 bagian isi jerigen.
g.      Kedua ujung selang yang keluar ditutup rapatrapat.
h.      Selanjutnya benur yang sudah ada dalam jerigen siap diangkut dengan jalan merebahkan jerigen. Maksudnya agar permukaan dasarnya lebih luas
i.        Bila pengangkutan dilakukan secara baik dan benar, benur dapat diangkut selama 8 jam dengan presentase kematian hanya 5 % saja

            Menurut DKP (2007), Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi benih adalah sebagai berikut:

Jarak tempuh
Air bak : air baru steril
Volume air : oksigen
Kepadatan (ekor/liter)
Temperatur
< 4 jam
Air bak pemeliharaan
60 :40
1.500
Alami, sejuk
8 – 12 jam
1 : 1
50 : 50
1.000
22 – 24 °C
12 – 20 jam
Seluruhnya air baru
50 : 50
750 – 1000
22 °C

Transportasi benih harus dilakukan dalam kondisi sejuk (sering dipilih malam hari) atau dalam kendaraan yang berpenutup dan berventilasi baik.



Daftar Pustaka

Tursina, Wahyu, dan Sofyatudin Karina. 2013. Pengaruh Getah Pepaya (Carica Papaya) Terhadap Sintasan Tokolan Udang Windu (Panaeus Monodon) pada Kepadatan yang Berbeda Selama Pengangkutan. Depik. 2(1): 40-44.

WWF. 2014. BMP Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon). Jakarta: WWF-Indonesia.

DKP. 2007. Penerapan Best Management Practices (BMP) pada Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon Fabricius) Intensif. Jepara. DKP.

LIPTAN. 1993. Teknik Pengangkutan Benur Udang Windu. Riau. Dinas Perikanan Riau

0 komentar:

Posting Komentar