Umumnya petambak
memasok bibit dari balai benih yang letaknya jauh dari tambak sehingga perlu
dilakukan proses pengangkutan. Tokolan udang yang diangkut selama berjam-jam
dengan kepadatan populasi tokolan yang tinggi, supplai oksigen yang terbatas serta tanpa pertukaran
media air akan menyebabkan udang mudah mengalami stress. Mortalitas akibat
vibriosis terjadi ketika udang (pada semua fase kehidupan) dalam kondisi stres. Penyakit kronis
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan menurunkan kualitas udang,
sedangkan penyakit yang bersifat akut dapat menyebabkan kematian.
Beberapa penyakit yang menyerang jenis udang penaied diakibatkan virus,
bakteri, jamur, parasit, dan faktor abiotik lainnya.
Menurut Tursina dan Sofyatuddin (2013), kepadatan populasi yang tinggi selama
pengangkutan dimaksudkan untuk menghemat tempat atau wadah serta efisiensi pengangkutan. Telah dilakukan
penelitian untuk melihat pengaruh kepadatan dalam proses pengangkutan terhadap
kelangsungan hidup benih udang windu (Panaeus monodon) PL-20, dengan
waktu pengangkutan selama 8 jam. Tingkat kepadatan yang diuji pada penelitian
tersebut adalah 1000; 1500; 2000; dan 2500 ekor/L. Hasil penelitian tersebut
menemukan bahwa mortalitas benur yang cukup tinggi pada saat perhitungan baik
sebelum maupun sesudah pengangkutan dan dinyatakan tidak terdapat pengaruh yang
nyata antar perlakuan kepadatan pada taraf P>0,05. Untuk menindaklanjuti
penelitian tersebut, maka perlu cari zat anti stres selain immunostimulan yang
tepat dan ramah lingkungan untuk mempertahankan kondisi ketahanan tokolan udang
windu PL 14-30 selama pengangkutan agar tidak mudah terserang penyakit dan
menyebabkan kegagalan budidaya.
Benur udang windu merniliki daya
adaptasi yang peka terhadap kekurangan oksigen. Dengan demikian
diperlukan penanganan khusus untuk mengangkutnyadari satu tempatke tempatlain.
Dalam pengangkutan benur udang windu memerlukan Oksigen yang cukup, serta perlakuan yang hati-hati. Agar
tingkat kematlan benur udang windu selama pengangkutan dapat ditekan sekecil mungkin, diperlukan tehnik pengangkutan yang baik dan
benar.
Menurut LIPTAN (1993) Teknik pengangkutan benur udang windu :
Secara terbuka
a. Pengangkutan
seeara terbuka dilakukan bila jarak pengangkutan dekat, kurang dari 1 jam. Wadah
yang digunakan adalah ember dengan tidak diberi oksigen tambahan.
b. Gunakan
air yang berasal dari tempat benur diarnbil. Alat angkut ember biasa.tidak diberi
oksigen tambahan.
c. Kepadatan
benur 25 ekor/liter
Sedangkan,
menurut WWF (2014), secara tertutup pengangkutan benih dilakukan dengan cara:
a. Kantong plastik yang berukuran panjang 60 - 70 cm, lebar 28 - 30 cm, dan tebal 0,05 – 0.06 mm (SNI 7586-2010).
b. Kantong diisi oksigen 2/3 bagian sampai menggelembung, dan diisi air 1/3 bagian, sehingga dapat menampung benur 1000 ekor/liter. Untuk ukuran gelondongan,
kepadatan
250-500 ekor/liter
c. Menyiapkan kotak kardus styrofoam yang berisi pecahan-pecahan es kecil dalam kantong plastik kecil (jumlah es 10% dari jumlah air dalam kantong benur).
d. Masukkan kantong benur ke dalam kardus dengan hati-hati.
e. Suhu pengangkutan benur adalah 22-24 derajat Celcius selama perjalanan
maksimum 20
jam.
f. Benur yang baik memiliki angka kematian
di bawah 10%
Keterangan:
a = Kantong yang diikat bagian tengahnya.
b = Kantong rangkap dua
c = Kantong rangkap dua berisi air Iaut dan
benur udang windu
d = Pemberian oksigen
e = Kantong yang sudah berisi benur udang dan oksigen
f = Kotak karton
g =
Pengangkutan dengan jerigen
Menurut LIPTAN (1993) pengangkutan benur udang windu dengan
jerigen pada dasarnya
sarna dengan pengangkutan dengan menggunakan kantongplastik. Perbedaannya hanya
pada eara pengisian oksigen. Caranya sebagai berikut:
a.
Sediakan jerigen sesuai
dengan keperluan.
b.
Lobangi bagian atas
jerigen dengan garis tengah kurang lebih 2 em sebanyak dua lobang
c.
Kemudian siapkan selang
plastik yang bergaris tengah kurang lebih 2 cm sebanyak 2 potong. masing-masing
berukuran panjang 30 cm, dan 60 cm.
d.
Kedua ujung selang
disumbat dengan gabus dan bagian pinggir ujung selang dilobangi kecil-kecil secukupnya.
masukkan selang yang di sumbat ke dalam jerigen.
e.
Jerigen diisi penuh air
laut dan benur dimasukkan dengan kepadatan 200 ekor/liter
f.
Melalui selang pendek
dipompakan oksigen, sehingga air dalam jerigen keluar melalui selang panjang.
Air yang dikeluarkan kira-kira 1/3 bagian isi jerigen.
g.
Kedua ujung selang yang
keluar ditutup rapatrapat.
h.
Selanjutnya benur yang
sudah ada dalam jerigen siap diangkut dengan jalan merebahkan jerigen.
Maksudnya agar permukaan dasarnya lebih luas
i.
Bila pengangkutan
dilakukan secara baik dan benar, benur dapat diangkut selama 8 jam dengan presentase
kematian hanya 5 % saja
Menurut DKP (2007), Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi benih adalah sebagai berikut:
Jarak tempuh
|
Air bak : air baru steril
|
Volume air : oksigen
|
Kepadatan (ekor/liter)
|
Temperatur
|
< 4 jam
|
Air bak pemeliharaan
|
60 :40
|
1.500
|
Alami, sejuk
|
8 – 12 jam
|
1 : 1
|
50 : 50
|
1.000
|
22 – 24 °C
|
12 – 20 jam
|
Seluruhnya air baru
|
50 : 50
|
750 – 1000
|
22 °C
|
Transportasi benih harus dilakukan dalam
kondisi sejuk (sering dipilih malam hari) atau dalam kendaraan yang berpenutup
dan berventilasi baik.
Daftar Pustaka
Tursina, Wahyu, dan Sofyatudin Karina. 2013. Pengaruh
Getah Pepaya (Carica Papaya) Terhadap Sintasan Tokolan Udang Windu (Panaeus
Monodon) pada Kepadatan yang Berbeda Selama Pengangkutan. Depik. 2(1):
40-44.
WWF. 2014. BMP Budidaya Udang Windu (Penaeus
Monodon). Jakarta: WWF-Indonesia.
DKP. 2007. Penerapan Best Management
Practices (BMP) pada Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon Fabricius)
Intensif. Jepara. DKP.
LIPTAN. 1993. Teknik Pengangkutan Benur Udang
Windu. Riau. Dinas Perikanan Riau
0 komentar:
Posting Komentar