Klasifikasi Rajungan
Menurut Mirzads 2009 Dilihat dari sistematiknya, rajungan
Gambar 1 termasuk ke dalam : Kingdom : Animalia
Filum : Athropoda
Kelas : Crustasea
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Species : Portunus pelagicus
Morfologi
Menurut Nontji (1986), ciri morfologi rajungan mempunyai
karapaks berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik kiri kanan dari
karapas terdiri atas duri besar, jumlah duri-duri sisi belakang matanya 9 buah.
Rajungan dapat dibedakan dengan adanya beberapa tanda-tanda khusus, diantaranya
adalah pinggiran depan di belakang mata, rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang
terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan
makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan dan sepasang kaki
terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih
dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu, rajungan dimasukan kedalam
golongan kepiting berenang (swimming crab).
Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda pada
umur yang sama. Yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta
berpigmen biru terang. Sedang yang betina berwarna sedikit lebih coklat
(Mirzads 2009). Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya
lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan
jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan
betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram.
Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa
(Moosa 1980 dalam Fatmawati 2009).
Ukuran rajungan yang ada di alam bervariasi tergantung
wilayah dan musim. Berdasarkan lebar karapasnya, tingkat perkembangan rajungan
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu juwana dengan lebar karapas 20-80 mm,
menjelang dewasa dengan lebar 70-150 mm, dan dewasa dengan lebar karapas
150-200 mm (Mossa 1980 dalam Fatmawati 2009). Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus
pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih
panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir
pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing (Anonim 2007).
Reproduksi
Romimohtarto (2005) menyatakan bahwa musim pemijahan
rajungan lebih mudah diamati dari pada ikan, hal ini dapat ditandai dengan
terdapatnya telur-telur yang sudah dibuahi yang masih terbawa induknya yang
melekat pada lipatan abdomen bersama pleopodanya. Musim pemijahan rajungan
terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada musim barat di bulan Desember,
musim peralihan pertama di bulan Maret, musim Timur di bulan Juli, dan musim
peralihan kedua di bulan September.
Untuk mengetahui kemampuan individu dalam menghasilkan
keturunan (larva/anak) dapat dilihat dari jumlah telur yang dihasilkan oleh individu
betina dalam suatu pemijahan. Nakamura (1990) menyatakan bahwa perhitungan
fekunditas umumnya dilakukan dengan mengestimasi jumlah telur yang ada di dalam
ovarium pada organisme matang gonad. Jumlah telur yang dihasilkan oleh kepiting
rajungan bervariasi tergantung besarnya individu. Untuk kepiting yang panjang
karapasnya 140 mm dapat menghasilkan 800.000 butir, sedangkan yang panjang
karapaksnya 160 mm dapat menghasilkan 2.000.000 dan individu dengan panjang
karapaks 220 mm menghasilkan 4.000.000 butir.
Menurut Nontji (1986), seekor rajungan dapat menetaskan
telurnya menjadi larva mencapai lebih sejuta ekor. Selanjutnya massa telur
kepiting rajungan yang berwarna kuning atau jingga berisi antara 1.750.000
hingga 2.000.000 butir telur.
Habitat
Menurut Moosa (1980) Habitat rajungan adalah pada pantai
bersubstrat pasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang, juga berenang dari
dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 65 meter. Rajungan hidup di
daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi
untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke
estuaria (Nybakken 1986).
Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan
tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan
dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau
dimangsa. Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat yang
jantan melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu
perkawinan dengan berenang (Susanto 2010).
Menurut Juwana (1997), rajungan hidup di berbagai ragam
habitat, termaksud tambak-tambak ikan di perairan pantai yang mendapatkan
masukan air laut dengan baik. Kedalaman perairan tempat rajungan ditemukan
berkisar antara 0-60 m. Substrat dasar habitat sangat beragam mulai dari pasir
kasar, pasir halus, pasir bercampur lumpur, sampai perairan yang ditumbuhi
lamun.
Menurut Nontji (1986), rajungan merupakan salah satu jenis
dari famili Portunidae yang habitatnya dapat ditemukan hampir di seluruh
perairan pantai Indonesia, bahkan ditemukan pula pada daerah-daerah subtropis.
Nyabakken (1986) mengemukakan bahwa rajungan hidup sebagai binatang dewasa di
daerah estuaria dan di teluk pantai. Rajungan betina bermigrasi ke perairan
yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya dan begitu stadium
larvanya dilewati rajungan muda tersebut bermigrasi kembali ke muara estuaria.
Rajungan hidup pada kedalaman air laut sampai 40 m, pada
daerah pasir, lumpur, atau pantai berlumpur (Coleman 1991).
DAFTAR PUSTAKA
Mirzads. 2009. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi
dalam Kaleng.
http://mirzads.wordpress.com/2009/02/12/pengemasan-daging-rajungan-pasteurisasi-dalam-kaleng/.
(Akses 11 Juni 2010).
Nontji, A. 1986. Laut
Nusantara. Djambatan, Jakarta. 105 hlm.
Fatmawati. 2009. Kelimpahan Relatif dan Struktur
Ukuran Rajungan Di Daerah Mangrove Kecamatan Tekolabbua Kabupaten
Pangkep.Skripsi jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin, Makassar
Anonim. 2007. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan
dalam Menunjang Teknik Perbenihannya. Warta Penelitian Perikanan Indonesia,
Volume 10, No.1.
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2005. Biologi Laut
Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Nakamura K dan Supriyatna. 1990, Organogenesis dirung
methamorphosis in the swimming crab, portunus trituberculatus, Nippon Suisan
Gakkaishi, 56 (10): 1,561-1,564.
Nyabekken, J.W. 1986. Biologi Laut: Suatu Pendekatan
Biologi. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Moosa, MK. 1980. Beberapa Catatan Mengenai Rajungan
dari Teluk Jakarta dan Pulau-Pulau Seribu. Sumberdaya Hayati Bahari, Rangkuman
Beberapa Hasil Penelitian Pelita II. LON-LIPI, Jakarta. Hal 57-79.
Coleman. N. 1991. Encyclopedia of marine animals.
Angus & Robertson, An Inprint of harper colling Publishers. Australia, 324
pp.
Juwana, S. 1997. Tinjauan tentang Perkembangan
Penelitian Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus,Linn). Oseana 22(4); 1-12.
Susanto, N. 2010. Perbedaan antara Rajungan dan
Kepiting. http://blog.unila. ac.id/gnugroho/category/bahan-ajar/karsinologi/.
(Akses 11 Desember 2010).