[PPT] Materi Kuliah Biologi Umum: Biologi Rumput Laut

Sabtu, 17 Maret 2018 1 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchase PPT

[PDF] Materi Kuliah Biologi Umum: Biologi Ikan

Jumat, 16 Maret 2018 0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchase PDF

[PPT] Tugas Biologi Umum: Udang Windu

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Udang Galah

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Rajungan

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Molusca

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Lobster

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Kepiting

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Gastropodha

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Echinodermata

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Bilologi Umum: Crustaceae

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchase PPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Copopoda

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Chepalopoda

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Tugas Biologi Umum: Bivalvia

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Materi Kuliah Biologi Umum: Organisasi dalam Ekosistem

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Materi Kuliah Biologi Umum: Interaksi Mahluk Hidup

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePDF

[PPT] Materi Kuliah Biologi Umum: Food Chain

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePDF

[PPT] Materi Kuliah Biologi Umum: Respirasi

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Materi Kuliah Budidaya Ikan Berpotensi: Pembenihan Abalone

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Materi Kuliah Budidaya Ikan Berpotensi: Budidaya Teripang

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Materi Kuliah Budidaya Ikan Berpotensi: Budidaya Lobster

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchasePPT

[PPT] Materi Kuliah Budidaya Ikan Berpotensi: Budidaya Kuda Laut

0 komentar


Sahabat dapat download materi berikut dengan klik : purchase PPT

[PDF] Materi Kuliah Avertebrata: Klasifikasi

0 komentar


sahabat dapat download materi avertebrata tentang klasifikasi organisme melalui link berikut: purchase PDF 

[PDF] Materi Kuliah Avertebrata: Echinodermata

0 komentar

sahabat dapat download materi kuliah tentang phylum echinodermata melalui link berikut, purchase PDF

[PDF] MATERI KULIAH AVERTEBRATA: PHYLUM CNIDARIA

0 komentar

sahabat dapat download di materi kuliah Avertebrata tentang Cnidaria melalui link berikut: puchase PDF

HATCHERY IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

1 komentar


I.                  PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Ikan kerapu termasuk dalam subfamilia Epinephelinae, familia Serranidae, dan merupakan ikan yang penting secara komersial, terutama untuk pasar ikan hidup di Asia seperti Hong Kong, Cina, Taiwan, Singapura dan Malaysia (Johnston dan Yeeting 2006). Tiga jenis ikan kerapu hidup yang umum dipasarkan diwakili oleh genus: Epinephelus, Cromileptes dan Plectropomus. Harga jual ikan kerapu hidup sangat mahal sehingga merangsang pelaku usaha untuk membudidayakannya (Rimmer et al., 2004).

KELENJAR ENDOKRIN

0 komentar


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf. Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.

SISTEM SARAF

0 komentar



Sistem saraf biasanya menggunakan sinyal yang ditransmisikan oleh saraf. Ia juga memiliki organ-organ indera yang menerima rangsangan dari lingkungan dan organ lain dalam tubuh. Impuls dari organ indra perjalanan ke sistem saraf pusat di mana Informasi ditafsirkan. Perbedaan utama antara jaringan saraf ikan dan mamalia adalah bahwa dalam ikan ada pertumbuhan berkelanjutan dari jaringan ini.

EFEK HETEROSIS

0 komentar


Terdapat  beberapa parameter yang  diamati terkait perhitungan heterosis. Parameter-parameter tersebut antara lain fekunditas, jumlah telur menetas, hatching rate, diameter telur, berat telur, jumlah larva menetas, panjang larva menetas, berat larva menetas, jumlah larva habis kuning telur, dan panjang larva lepas kuning telur. Setelah perhitungan parameter-parameter tersebut akan diperoleh hasil dan dimasukkaan dalam rumus heterosis. Adapun perhitungan Heterosis (H) dapat dihitung menggunakan rumus Tave (1986) dalam Kristianto et al.(1998), dengan rumus:

Biologi Rajungan

0 komentar


Klasifikasi Rajungan
Menurut Mirzads 2009 Dilihat dari sistematiknya, rajungan Gambar 1 termasuk ke dalam : Kingdom : Animalia
Filum : Athropoda
Kelas : Crustasea
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Species : Portunus pelagicus



Morfologi

Menurut Nontji (1986), ciri morfologi rajungan mempunyai karapaks berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik kiri kanan dari karapas terdiri atas duri besar, jumlah duri-duri sisi belakang matanya 9 buah. Rajungan dapat dibedakan dengan adanya beberapa tanda-tanda khusus, diantaranya adalah pinggiran depan di belakang mata, rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu, rajungan dimasukan kedalam golongan kepiting berenang (swimming crab).

Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda pada umur yang sama. Yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Sedang yang betina berwarna sedikit lebih coklat (Mirzads 2009). Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa (Moosa 1980 dalam Fatmawati 2009).

Ukuran rajungan yang ada di alam bervariasi tergantung wilayah dan musim. Berdasarkan lebar karapasnya, tingkat perkembangan rajungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu juwana dengan lebar karapas 20-80 mm, menjelang dewasa dengan lebar 70-150 mm, dan dewasa dengan lebar karapas 150-200 mm (Mossa 1980 dalam Fatmawati 2009). Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing (Anonim 2007).

Reproduksi

Romimohtarto (2005) menyatakan bahwa musim pemijahan rajungan lebih mudah diamati dari pada ikan, hal ini dapat ditandai dengan terdapatnya telur-telur yang sudah dibuahi yang masih terbawa induknya yang melekat pada lipatan abdomen bersama pleopodanya. Musim pemijahan rajungan terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada musim barat di bulan Desember, musim peralihan pertama di bulan Maret, musim Timur di bulan Juli, dan musim peralihan kedua di bulan September.

Untuk mengetahui kemampuan individu dalam menghasilkan keturunan (larva/anak) dapat dilihat dari jumlah telur yang dihasilkan oleh individu betina dalam suatu pemijahan. Nakamura (1990) menyatakan bahwa perhitungan fekunditas umumnya dilakukan dengan mengestimasi jumlah telur yang ada di dalam ovarium pada organisme matang gonad. Jumlah telur yang dihasilkan oleh kepiting rajungan bervariasi tergantung besarnya individu. Untuk kepiting yang panjang karapasnya 140 mm dapat menghasilkan 800.000 butir, sedangkan yang panjang karapaksnya 160 mm dapat menghasilkan 2.000.000 dan individu dengan panjang karapaks 220 mm menghasilkan 4.000.000 butir.

Menurut Nontji (1986), seekor rajungan dapat menetaskan telurnya menjadi larva mencapai lebih sejuta ekor. Selanjutnya massa telur kepiting rajungan yang berwarna kuning atau jingga berisi antara 1.750.000 hingga 2.000.000 butir telur.

Habitat
Menurut Moosa (1980) Habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 65 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken 1986).

Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa. Perkawinan rajungan terjadi pada musim panas, dan terlihat yang jantan melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang (Susanto 2010).

Menurut Juwana (1997), rajungan hidup di berbagai ragam habitat, termaksud tambak-tambak ikan di perairan pantai yang mendapatkan masukan air laut dengan baik. Kedalaman perairan tempat rajungan ditemukan berkisar antara 0-60 m. Substrat dasar habitat sangat beragam mulai dari pasir kasar, pasir halus, pasir bercampur lumpur, sampai perairan yang ditumbuhi lamun.

Menurut Nontji (1986), rajungan merupakan salah satu jenis dari famili Portunidae yang habitatnya dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai Indonesia, bahkan ditemukan pula pada daerah-daerah subtropis. Nyabakken (1986) mengemukakan bahwa rajungan hidup sebagai binatang dewasa di daerah estuaria dan di teluk pantai. Rajungan betina bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya dan begitu stadium larvanya dilewati rajungan muda tersebut bermigrasi kembali ke muara estuaria.

Rajungan hidup pada kedalaman air laut sampai 40 m, pada daerah pasir, lumpur, atau pantai berlumpur (Coleman 1991).




DAFTAR PUSTAKA

Mirzads. 2009. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng. http://mirzads.wordpress.com/2009/02/12/pengemasan-daging-rajungan-pasteurisasi-dalam-kaleng/. (Akses 11 Juni 2010).
Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. 105 hlm.
Fatmawati. 2009. Kelimpahan Relatif dan Struktur Ukuran Rajungan Di Daerah Mangrove Kecamatan Tekolabbua Kabupaten Pangkep.Skripsi jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar
Anonim. 2007. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknik Perbenihannya. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Volume 10, No.1.
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2005. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Nakamura K dan Supriyatna. 1990, Organogenesis dirung methamorphosis in the swimming crab, portunus trituberculatus, Nippon Suisan Gakkaishi, 56 (10): 1,561-1,564.
Nyabekken, J.W. 1986. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Biologi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Moosa, MK. 1980. Beberapa Catatan Mengenai Rajungan dari Teluk Jakarta dan Pulau-Pulau Seribu. Sumberdaya Hayati Bahari, Rangkuman Beberapa Hasil Penelitian Pelita II. LON-LIPI, Jakarta. Hal 57-79.
Coleman. N. 1991. Encyclopedia of marine animals. Angus & Robertson, An Inprint of harper colling Publishers. Australia, 324 pp.
Juwana, S. 1997. Tinjauan tentang Perkembangan Penelitian Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus,Linn). Oseana 22(4); 1-12.
Susanto, N. 2010. Perbedaan antara Rajungan dan Kepiting. http://blog.unila. ac.id/gnugroho/category/bahan-ajar/karsinologi/. (Akses 11 Desember 2010).

LAPORAN NUTRISI IKAN

0 komentar

REVIEW JOURNAL MIKROBIOLOGI

0 komentar


Recombinant lactobacillus expressing G protein of spring viremia ofcarp virus (SVCV) combined with ORF81 protein of koi herpesvirus(KHV): A promising way to induce protective immunity against SVCVand KHV infection in cyprinid fish via oral vaccination
            Koi herpes virus (KHV), merupakan penyakit virus ganas yang meyebabkan kematian massal pada ikan mas. Serangan penyakit ini tidak hanya menyerang Indonesia. Berdasarkan sejarahnya, serangan KHV menyerang pertama kali pada tahun 1998 dan terjadi di Israel tahun 1999. Untuk selanjutnya, beberapa kasus juga telah menyerang negara Amerika Serikat, Eropa, dan Asia. Penyakit KHV dapat menyebabkan kematian massal 80–100% dari populasi ikan mas dan umumnya pada kondisi suhu air 72–81°F (22–27°C). Serangan virus ini dapat terjadi pada berbagai umur ikan. Namun berdasarkan hasil uji kohabitasi, menunjukkan bahwa ikan ukuran benih lebih rentan dibandingkan dengan ukuran induk.
            Spring Viraemia Of Carp (SVC) merupakan penyakit/infeksi oleh virus yang bersifat akut haemorhagis dan menular, yang menyerang golongan ikan Cyprinids danlebih spesifik pada Common carp,Cyprinus carpio. Penyakit ini biasanya timbul pada musim semi (Spring) dan menyebabkan kematian pada semua umur.Common carp merupakan inang yang utama dan virus dapat menyerang ikandewasa dan muda. Dilaporkan pula bahwa virus pernah pula diisolasi dari golonganCyprinids yang lain. Silver carp, Bighead carp (Aristichthys nobilis), dan Crucian carp (Carassius auratus).  Secara eksperimental Pike Fry (Esox lucius) dan larvanya, fry dari carp, Grass carp (Ctenocephalon idella) dan Guppies (Lebistes reticulata). Tanda-tanda klinis dan patologis serangan SVC antara lain meliputi ikan berkumpul di bagian outflow, warna ikan menjadi gelap, perdarahan/ petekiaehaemorhagi, mata menonjol (exophthalmus), abdominal dropsy, biasanya dijumpai pula peritonitis fibrinosa dan ctarrhal atau enteritis yang nekrotik. Sedangkan Swimbladder Inflammation (SBI) yang virusnya identik dengan virus SVC, dapatmemperlihatkan gejala klinis/patologis yaitu kehilangan berat badan dankeseimbangan, warna kulit menjadi gelap/berubah, degenerasi/perdarahan pada dinding gelembung udara (swimbladder).
            KHV digolongkan sebagai virus DNA yang termasuk dalam famili Herpesviridae (contoh: herpes virus). Meskipun dalam beberapa diskusi ilmiah, mendiskusikan akurasi klasifikasi tersebut hingga tahun 2003, namun tahun 2004 diperoleh hasil yang menunjukkan kebenaran klasifikasi tersebut yang didasarkan pada morfologi dan kajian genetikanya. Penyakit KHV telah didiagnosa pada ikan koi dan ikan mas konsumsi. Namun demikian, spesies golongan cyprinid lainnya seperti common goldfish (Carassius auratus) dan grass carp (Ctenopharyngodon idella) menunjukkan bahwa tidak terserang KHV. Seperti halnya infeksi virus herpes lainnya, KHV diyakini berada dalam tubuh ikan mas terinfeksi untuk kelangsungan hidupnya sehingga ikan mas tersebut berpotensi sebagai carrier virus. Serangan KHV dapat menyebar dengan beberapa cara seperti halnya herpes virus lainnya. Penyebarannya dapat terjadi karena kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi, air dari ikan terinfeksi dan atau melalui air atau tanah tempat ikan terinfeksi dipelihara. KHV sebenarnya hanya salah satu penyakit diantara beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh virus. Dua jenis virus lainnya adalah spring viremia of carp (SVC) and carp pox (CHV-1). Hingga saat ini belum ada obat untuk ikan yang terserang KHV. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resistensi alami terjadi apabila suhu air media pemeliharaan dinaikkan hingga 30°C. Menaikkan suhu air ini memang tidak direkomendasi dalam pemeliharaan ikan mas/koi untuk waktu yang lama. Hal ini karena meskipun ikan tersebut resisten secara alami, namun dapat menjadi pembawa virus kepada ikan lainnya bila di tempat tujuan distribusi tidak melakukan hal yang sama. Cara lain yang dapat ditempuh adalah vaksinasi melalui penyuntikan, sehingga ikan secara biologis memproduksi antibody.
            Semi viremia virus ikan mas (SVCV) dan virus herpes koi (KHV) yang sangat menular dan patogen ikan cyprinid, menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar dalam budidaya. Meskipun vaksin DNA dilaporkan inrecent tahun bisa menginduksi respon imun protektif di karper terhadap virus ini melalui injeksi, thereare sejumlah konsekuensi dan ketidakpastian yang berkaitan dengan vaksinasi DNA. Oleh karena itu, metode andpractical lebih efektif untuk menginduksi kekebalan protektif seperti pemberian oral akan sangat diinginkan. Inthis studi, kami meneliti utilitas dari Lactobacillus plantarum rekayasa genetik (L. plantarum) coexpressing glikoprotein (G) dari SVCV dan protein ORF81 dari KHV sebagai vaksin oral untuk menginduksi protectiveimmunity di karper melalui vaksinasi oral. Permukaan-ditampilkan rekombinan plasmid PYG-G-ORF81 waselectroporated ke L. plantarum, sehingga menimbulkan LP / PYG-G-ORF81, di mana protein fusi ekspresi dan lokalisasi OFG-ORF81 dari LP / PYG-G-ORF81 diidentifikasi oleh SDS -Page, uji andimmunofluorescence Western blotting. Partikel pakan umpan yang mengandung LP / PYG-G-ORF81 digunakan sebagai vaksin toimmunize carps melalui gastrointestinal rute. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, karper lisan diimunisasi withthe LP / PYG-G-ORF81 diinduksi tingkat signifikan imunoglobulin M (IgM), dan imunogenik-ity yang dikonfirmasi oleh virus beban pengurangan terdeteksi oleh PCR setelah tantangan virus diikuti oleh perlindungan aneffective menilai 71% di karper divaksinasi dan 53% di koi divaksinasi sampai hari 65 posting tantangan, masing-masing. Penelitian kami di sini menunjukkan, untuk pertama kalinya, kemampuan rekombinan L. plantarum vaksin asoral terhadap SVCV dan infeksi KHV di karper, menunjukkan strategi multivalent praktis untuk thecontrol musim semi viremia ikan mas dan koi penyakit herpes.
            Partikel virus masih dapat aktif dalam air hingga empat jam. Penggunaan desinfektan berupa larutan klorin dapat digunakan untuk mengeliminir virus dalam air dan fasilitas lainnya tanpa ikan di dalamnya. Dosis dan lama penggunaan klorin yang sering digunakan adalah 200 ppm (200 mg/l) selama satu jam. Dosis ini tergantung pada tipe klorin yang digunakan. Untuk larutan yang kandungan sodium hipokloritnya sebanyak 5,25% per liter, penggunaan 35 mililiter per gallon air akan menghasilkan konsentrasi 200 mg/l. Quaternary ammonium chloride (QAC) yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai desinfektan pada wadah dan peralatan lainnya adalah 500 ppm selama 1 jam. Wadah dan peralatan yang didesinfeksi tersebut kemudian dicuci untuk mengeliminir residu dari bahan desinfektan.
            Tindak karantina merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menghindari masuknya KHV ke dalam populasi ikan mas yang sudah lama dipelihara. Agar tindak karantina dapat berjalan secara efektif, maka semua ikan baru harus ditempatkan dalam wadah/sistem terpisah dan idealnya berbeda lokasi gedung atau area dari ikan yang sudah lama dipelihara. Disamping wadah tersendiri, peralatan pun harus tersendiri atau dikhususkan bagi ikan yang baru masuk. Di pintu masuk dan ke luar gedung disediakan pula wadah disinfeksi untuk untuk kaki dan pencucian tangan. Waktu yang diperlukan untuk tindak karantina ini minimal 30 hari.

CATATAN PPRAKTIKUM KRUSTACEA 2015

0 komentar


Teknik aklimatisasi
            Proses aklimatisasi penting dilakukan sebelum dilaksankanya proses penebaran benih. Aklimatisasi dibagi menjadi dua yaitu aklimatisasi suhu dan aklimatisasi salinitas. Aklimatisasi suhu dilakukan dalam waktu satu jam dengan cara kantong benih dimasukkan pada tambak. Tindakan tersebut dilakukan hingga suhu air dalam kemasan plastik mendekati atau sama dengan suhu air petakan yang dicirikan dengan munculnya embum di dalam plastik. Aklimatisasi salinitas air petakan tambak dilakukan setelah aklimatisasi suhu selesai. Aklimatisasi salinitas dilakukan dengan cara benur dimasukkan dalam ember dan ember tersebut dimasukkan sebagian air tambak kemudian didiamkan beberapa saat. Hal ini didukung oleh Hendrajat et al. (2003), aklimatisasi suhu air petakan udang vannamei dilakukan dengan cara meletakan plastik pengemas yang berisi benur ke dalam tambak. Tindakan tersebut dilakukan hingga suhu air dalam kemasan plastik mendekati atausama dengan suhu air petakan yang dicirikan dengan munculnya embum di dalam plastik. Aklimatisasi salinitas air petakan tambak dilakukan setelah aklimatisasi suhu selsai. Aklimatisasi salinitas dilakukan dengan cara air tambak dimasukan sebanyak 1-2 liter ke dalam kemasan plastik benur udang vannamei. Aktivitas tersebut dihentikan hingga salinitas air dalam kemasan plastik mendekati sama dengan salinitas air di petakan.

Teknik penebaran benur
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan bahwa proses penebaran benih dilakukan pada jam 03.00 WIB. Penebaran dilakukan jam 03.00 WIB  bertujuan untuk mencegah mortalitas benur akibat pengaruh suhu. Suhu sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan proses penebaran, suhu pada pukul 03.00 WIB bisa dikatakan baik karena suhu cukup rendah. Aklimatisasi suhu ini berlangsung selama 1 jam dan dilanjutkan penebaran benur ke tambak. Kantung plastik dibuka dan ditambah air sedikit demi sedikit. Apabila suhu air dalam kantong dan air tambak hampir sama,maka benih dimasukkan dalam ember/baskom yang berwarna cerah dan dimiringkan. Benur dengan sendirinya akan berenang ke perairan tambak. Menurut Adiwidjaya et al. (2008),benur yang sehat akan berenang aktif keluar ke tambak dan benur yang kurang baik/sehat akan pasif atau diam dalam ember.


Manajemen pakan
            Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vannamei karena menyerap 60-70% dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vannamei secara optimal sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan. Pada prinsipnya semakin padat penebaran benih udang berarti ketersediaan pakan alami semakin sedikit dann ketergantungan pada pakan buatan pun semakin meningkat. Pemberian pakan buatan didasarkan pada sifat dan tingkah laku makan udang vannamei. Pada praktikum krustase, manajemen pemberian pakan udang vannamei ditambak milik Pak Indra yaitu 3 kali dalam satu hari. Dimana pemberian pakan ini pada pagi, siang dan malam hari. Udang vannamei merupakan udang yang aktif mencari makanan pada siang dan malam hari. Menurut Nuhman (2009), menyatakan bahwa Udang vannamei mempunyai sifat mencari makan pada siang dan malam hari (diurnal dan nokturnal) dan sangat rakus. Sifat tersebut perlu untuk diketahui karena berkaitan dengan jumlah pakan dan frekuensi pemberian pakan yang akan diberikan. Pakan merupakan 90% dari biaya produksi dalam usaha budidaya udang, sehingga upaya mengoptimalkan penggunaan pakan yang akan diberikan pada udang merupakan suatu tindakan yang dapat menekan biaya dan meningkatkan efisiensi produksi.
Pakan yang digunakan untuk proses pendederan yaitu berupa pakan butan. Pakan yang diberikan dapat berupa pelet yang berukuran sesuai dengan bukaan mulut dari udang yaitu dengan ukuran PL 7-8. Pakan yang diberikan merupakan pakan yang berasal dari pabrik milik Pak Indra tersebut. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 07.00 WIB; dan pada pukul 22.00 WIB. Menurut Nuhman (2009), udang vanname yang ada didalam hapa selain diberi aerasi juga diberi pakan sesuai dengan perlakuan. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan komersial yang tersedia di pasar. Kode pakan yang digunakan adalah kode pakan 03 untuk udang yang berumur 21-30 hari. Waktu pemberian pakan: 07.00; 11.00; 17.00; dan 22.00 WIB dengan pertimbangan kebiasaan petambak memberi pakan adalah pada jam-jam tersebut.

Teknik pemanenan
            Panen dibagi menjadi panen parsial dan panen total. Panen parsial bertujuan untuk mengurangi kepadatan dan biomass udang di kolam. Panen parsial yang pertama dilakukan untuk menurunkan kepadatan udang ditambak sehingga menjadi 125-140 ekor/m2, sedangkan panen parsial selanjutnya dilakukan jika rasio pakan dan kincir >12 atau biomass melebihi 1.8kg/m2. Panen total dilakukan setelah udang mencapai size yang diinginkan dan biomass mencapai puncak maksimalnya di kisaran 2.3-2.7/m2 atau pertumbuhan sudah tidak optimal sedangkan umur maksimal untuk pertumbuhan yang optimal 125 hari. Hal ini diperkuat oleh Simanjuntak et al, (2014) menyatakan bahwa Pada tambak budidaya “Mandiri”, ada 2 jenis panen yang sering dilakukan, yaitu panen parsial dan panen total. Biasanya panen parsial ini dilakukan ketika jumlah biomassa udang sudah dianggap melebihi kapasitas tambak.Panen parsial ini bertujuan untuk memindahkan sebagian udang vaname ketambak yang baru agar mengurangi intensitas pemangsaan sesama udang.
Panen parsial dilakukan seminggu sebelum dilakukan panen total, karena ketika udang vaname dimasukkan ketambak yang baru, udang vaname akan lebih agresif dan rakus. Penambahan bobot udang dapat terlihat dengan jelas. Meskipun demikian, panen parsial ini juga memiliki resiko yang tinggi, karena terkadang udang vaname tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan air tambak yang baru, sehingga perlu dilakukan panen total pada saat itu juga. Sedangkan panen total adalah pemanenan secara keseluruhan baik menggunakan jaring kantong dengan metode pengurasan air tambak maupun dengan menggunakan katrol. Pemanenan dengan jaring kantong biasanya dilakukan dengan cara memasang jaring kantong pada pintu pembuangan air tambak. Udang vaname akan masuk kedalam jaring bersamaan dengan keluarnya air tambak. Setelah pemanenan selesai, udang vaname langsung dimasukkan kedalam ice box untuk pencegahan terjadinya rigor mortis sebelum sampai ketangan pengumpul (pengepul).
Proses pemanenan dilakukan setelah udang vaname berumur 120 hari dan mencapai berat, yaitu 50 ekor/kg. Bila udang sudah mencapai berat tersebut sebelum 120 hari, maka pemanenan bisa dilakukan.Pemanenan dilakukan pada waktu malam hari untuk mempertahankan kualitas udang. 2-4 hari sebelum pemanenan, tambak diberi kapur dolomite 80 kg/ha dan mempertahankan ketinggian air untuk mencegah proses molting. Bila kita melakukan teknik beternak udang vaname dengan benar, maka hasil yang kita dapatkan akan sangat memuaskan. Hal ini diperkuat oleh Budiardi et al, (2005) menyatakan bahwa Pemanenan, dilakukan setelah udang mencapai ukuran pasar yaitu sekitar 14 g ketika udang berumur 100 hari pemeliharaan. Panen dimulai pada sore hari dengan memasang jaring berukuran besar pada pintu panen dan membuang air melalui outlet tengah dan pintu panen.Udang yang terperangkap di jaring segera dimasukkan ke drum-drum plastik yang kemudian di sortasi.Udang yang tertinggal didasar tambak diambil satupersatu sampai tidak ada udang yang tertinggal.
Menurut BIP Riau (1994), menyatakan agar mutu udang tetap baik pada saat dipasarkan, diperlukan penanganan panen dan paska panen yang baik sehingga nilai jualnya akan tetap tinggi. Panen dilakukan pada malam hari atau dini hari, sebab udang aktif mencari makan sehingga mudah ditangkap dan udang tidak tahan terhadap sinar matahari langsung.Panen dilakukan dengan menggunakan alat tangkap seperti jala lempar. Tampunglah udang hasil panen pada bak penampung yang airnya mengalir atau ditampung pada hapa yang ditempatkan pada kolam yang aimya mengalir. Hindari perlakuan kasar sehingga udang tidak rusak atau terluka.Usahakan agar udang hasil panen terhindar dari sinar matahari langsung.
Supaya udang yang dipanen dapat terjaga kualitasnya, sebelum panen harus dipersiapkan wadah/tempat udang, air dan es dengan jumlah yang cukup dan menjaga kebersihannya. Udang yang telah dipanen dicuci dengan air bersih dan dibenamkan dalam wadah yang berisi air es dengan suhu - 4 oC, kemudian dibawa ke tempat penampungan untuk dilakukan sortir (WWF, 2014).

Persiapan transportasi
            Transportasi merupakan sarana yang digunakan dalam pengangkutan hasil panen udang. Dari pihak UD. Sido Rukun tidak menyiapkan transportasi untuk pengangkutan, karena pembeli atau pengepul akan datang ke lokasi tambak untuk mengambil hasil panen. Udang vaname yang dipanen dan dimasukkan ke wadah dan dibersihkan. Suhu pada udang dipertahankan dengan cara penambahan es balok. Selain itu hasil panen juga didistribusikan ke perusahaan yang dimiliki oleh Pak Indra. Biasanya hasil panen diangkut menggunakan mobil pick up untuk memudahkan dalam pengangkutan.

Simanjuntak, R., Massugito, dan Anita R. 2014. Analisis Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei) dengan Pola Semi- Intensive.

Budiardi, T., A. Muzaki dan N.B.P. Utomo. 2005. Produksi udang vannamei ( Litopenaeus vannamei) Di Tambak Biocrete Dengan Padat Peneberan berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. 2: 109-113.

Nuhman. PENGARUH PROSENTASE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. I (2): 193-197

UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI TAMBAK TRADISIONAL

0 komentar


PENDAHULUAN



1.1.       Latar Belakang
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Udang windu  (Penaeus monodon)  merupakan jenis udang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi pasar cukup besar. Upaya peningkatan kepadatan dengan penambahan udang putih ke dalam sistem budidaya udang windu diduga akan mempunyai dampak negatif yang kecil pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu (Tarsim, 2004).

MANAJEMEN HATCHERY UDANG WINDU (Penaeus monodon) MENGGUNAKAN BIOSECURITY DAN KAPASITAS PRODUKSI 50 JUTA/PERIODE

1 komentar

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar tinggi (high demand product). Udang windu (Penaeus monodon) merupakan komoditas unggulan Indonesia dalam upaya menghasilkan devisa negara dari eksport nonmigas. Berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan produksi udang windu.Salah satu diantaranya adalah penerapan sistem budidaya udang windu secara intensif yang dimulai sejak pertengahan tahun 1986.

Manajemen Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak Tradisional

0 komentar


I. PENDAHULUAAN


1.1.    Latar Belakang
Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025. Meningkatnya populasi penduduk dunia akan berpotensi meningkatkan eksploitasi sumberdaya alam, diantaranya untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan. Udang dan produk perikanan lainnya berpeluang besar menjadi salah satu sumber bahan pangan karena memiliki nilai protein tinggi, micronutrient penting dan keseimbangan nutrisi bagi kesehatan manusia.

MANAJEMEN UDANG VANNAME (Litopenaeus vannamei) di HATCHERY

0 komentar


I.                  PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Di Indonesia budidaya udang sudah lama dilakukan oleh para petani tambak, karena udang merupakan komoditas primadona dalam bidang perikanan yang dapat meningkatkan devisa negara melalui ekspor komoditas perikanan. Tingginya permintaan akan udang di dalam dan di luar negeri menjadikan Indonesia sebagai pengirim udang terbesar di dunia ini dikarenakan Indonesia mempunyai luas wilayah serta adanya sumberdaya alam yang mendukung untuk dapat mengembangkan beberapa usaha budidaya udang. Udang vannamei memiliki beberapa nama seperti white-leg shrimp (Inggris), crevette partes blances (Perancis), dan camaron patiblanco (Spanyol).  Sebelum dikembangkan di Indonesia, udang vannamei sudah dikembangkan di Amerika selatan seperti Ekuador, Mexico, Panama, Kolombia dan Honduras (Nuhman, 2008).

MANAJEMEN UDANG VANNAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK DENGAN SISTEM BUDIDAYA SUPER INTENSIF

0 komentar


I.                  PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Udang vanname  (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan  ekonomis penting dikarenakan secara umum  peluang usaha budidaya udang vaname tidak  berbeda jauh dengan peluang usaha udang jenis lainnya. Sebab pada dasarnya udang merupakan komoditi ekspor andalan  pemerintah dalam  menggaet devisa (Amri dan Kanna, 2008). Udang L. vannamei  berasal dari perairan Amerika d sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan telah berhasil dikembangkan oleh para pembudidaya vaname. Kebutuhan masyarakat dunia terhadap protein hewani ikan terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia. Sejak tahun 1990-an,  tren  produksi perikanan tangkap mengalami stagnasi dan cenderung menurun  akibat kerusakan lingkungan laut dan upaya  penangkapan ikan ilegal  dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.  Oleh karena itu  sektor budidaya diharapkan dapat menjadi solusi dalam pemenuhan konsumsi ikan dunia.

MANAJEMEN UDANG VANNAME DI TAMBAK POLIKULTUR UDANG DAN IKAN BANDENG DENGAN TEKNOLOGI EKSTENSIF

0 komentar


Latar belakang
Sektor perikanan memiliki sumberdaya yang sangat potensial sebagai sumber potensi baru, seiring dengan semakin berkurangnya sumberdaya pada sektor pertanian yang banyak digunakan untuk berbagai kegiatan ekonomi yang lain. Potensi sumberdaya ikan yang terkandung dalam wilayah perairan nasional memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang paling tinggi, yaitu 37% dari spesies ikan yang ada di dunia, seperti halnya kultivan budidya udang vannamei. Hal ini memberi gambaran betapa besarnya potensi perikanan di Indonesia.

Teknik Pengangkutan Benih

0 komentar


            Umumnya petambak memasok bibit dari balai benih yang letaknya jauh dari tambak sehingga perlu dilakukan proses pengangkutan. Tokolan udang yang diangkut selama berjam-jam dengan kepadatan populasi tokolan yang tinggi, supplai oksigen yang terbatas serta tanpa pertukaran media air akan menyebabkan udang mudah mengalami stress. Mortalitas akibat vibriosis terjadi ketika udang (pada semua fase kehidupan) dalam kondisi stres. Penyakit kronis dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan menurunkan kualitas udang, sedangkan penyakit yang bersifat akut dapat menyebabkan kematian. Beberapa penyakit yang menyerang jenis udang penaied diakibatkan virus, bakteri, jamur, parasit, dan faktor abiotik lainnya.

Reproduksi cacing laut (cacing nipah)

0 komentar



Pola reproduksi cacing nipah tergolong monotelik yang memijah hanya satu kali dalam satu siklus hidup dengan cara melepas gamet matang ke luar tubuh. Pola ini juga dijumpai pada polychaeta monotelik lain seperti Nereis virens dan N. Diversicolor. Pola gametogenesis polychaeta dapat dibedakan berdasarkan tempat pembentukan dan diferensiasinya. Pola pertama gamet dihasilkan dan berdiferensiasi dalam gonad, pola kedua gamet dihasilkan oleh sel-sel proliferasi yang kemudian akan dilepas dan berdiferensiasi dalam selom (tanpa gonad) dan pola ketiga adalah gabungan keduanya Cacing nipah N. rhodochorde bersifat gonokhoristik yang memiliki satu organ kelamin pada satu individu, berbeda dengan Cacing pandan N. hawaiiensis yang hermaprodit. N. rhodochorde tergolong polychaeta yang tidak memiliki organ penyimpan gamet secara khusus, karakter ini sama dengan Nereididae lain yang telah diteliti, umumnya juga tidak memiliki struktur khusus untuk proliferasi oogonia.

BUDIDAYA CACING LAUT SEBAGAI PAKAN ALAMI BAGI KULTIVAN BUDIDAYA

1 komentar


Latar Belakang
Annelida berarti “cincin” kecil dan tubuh bersegmen yang mirip dengan serangkaian cincin yang menyatu merupakan ciri khas cacing filum Annelida. Terdapat sekitar 15.000 spesies filum Annelida, yang panjangnya berkisar antara kurang darti 1 mm sampai 3 m pada cacing tanah Australia. Anggota filum Annelida hidup di laut , dan sebagian habitat air tawar, dan tanah lembab, kita dapat menjelaskan anatomi filum Annelida menggunakan anggota filum yang terkenal, yaitu cacing tanah.

Intensifikasi Bakteri Heterotrof dalam Media Air

0 komentar



Pada umumnya budidaya udang dilakukan pada kolam luar yang tergantung pada matahari dan komunitas alga untuk memproses limbah nitrogen dari udang dan untuk mensuplai oksigen ke dalam kolam. Sedangkan budidaya udang biofloc mendorong pertumbuhan komunitas bakteri dalam kolam (Rosenberry 2006). Sekali terbentuk dan terpelihara, maka kolam yang didominasi bakteri lebih stabil daripada kolam yang didominasi alga. Bakteri berakumulasi dalam gumpalan yang disebut floc; memanfaatkan limbah nitrogen 10-100 kali lebih efisien daripada alga dan merubahnya menjadi pakan yang berprotein tinggi bagi udang; bekerja siang dan malam; dan sedikit dipengaruhi oleh cuaca.

SISTEM BUDIDAYA IKAN GABUS DI KARAMBA JARING APUNG PADA PERAIRAN UMUM DAN BISNIS PLAN

2 komentar


Latar belakang
Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan air tawar. Ikan ini tergolong ikan air tawar non-ekonomis penting. Ikan gabus atau masyarakat lokal menyebutnya dengan ikan kutuk biasa ditemui di sungai, rawa, danau dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Ikan gabus dalam bahasa Inggris juga disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga aruan.

PERBEDAAN CNIDARIA DAN ECHINODERMATA

Kamis, 15 Maret 2018 0 komentar



CNIDARIA
  • ·         Cnidaria adalah sebuah filum yang terdiri atas sekitar 9.000 spesies
  • ·         Hanya ditemukan di perairan, kebanyakan lingkungan laut
  • ·         Cnidaria berasal dari bahasa Yunani "cnidos" yang berarti "jarum penyengat"
  • ·         Ciri khas Cnidaria adalah knidosit, yang merupakan sel terspesialisasi yang mereka pakai terutama untuk menangkap mangsa dan membela diri

Manajemen Kualitas Air pada Budidaya Abalon

0 komentar



Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara kepulauan, 2/3 wilayahnya terdiri dari perairan, dengan perairan laut yang cukup luas Indonesia juga di sebut sebagai negara bahari dan maritim. Sebagai negara bahari atau negara maritim, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangakan pembangunan ekonomi melalui sektor perikanan dan kelautan, salah satunya dengan budidaya marikultur. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk dunia yang kian meningkat, maka keberadaan sumber daya di darat sudah semakin sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Oleh karena itu, pembangunan sektor perikanan dan kelautan harus di galakkan agar dapat membantu pemenuhan kebutuhan penduduk, terutama dalam bidang pangan.

SISTEM RESIRKULASI IKAN MAS (Cyprinus carpio)

0 komentar



Untuk menjaga kualitas air kolam mas tetap baik banyak cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah system resirkulasi. System resirkulasi merupakan dalam budidaya perairan yang memanfaatkan seefisian mungkin dengan cara nemutarnya dari satu kolam ke kolam yang lain dengan sedemikian rupa untuk tetap menjaga kualitasnya. Apabila kualitas air dalam proses budidaya sangatlah baik, maka kultivan yang kita budidayakan akan merasa nyaman dan dapat tumbuh dengan cepat. Kualitas air yang baik dan sesuai dengan kebutuhan hidup kultivan merupakan cara mendasar dalam menjaga kelulushidupan dan pertumbuhan kultivan. Oleh karena itu kita harus memenuhi syarat dalam mekanisme resirkulasi kultivan yang kita budidayakan.